Diterpa PHK Jelang Ramadan, Ratusan Buruh PT Bapintri Berjuang Demi Hak Pesangon

Diterpa PHK Jelang Ramadan, Ratusan Buruh PT Bapintri Berjuang Demi Hak Pesangon

JABAR EKSPRES – Ramadan seharusnya menjadi bulan penuh berkah, tetapi bagi ratusan buruh PT Bapintri, kenyataan pahit justru menyambut mereka.

Keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh perusahaan membuat mereka kehilangan mata pencaharian, lebih menyakitkan lagi, hak pesangon yang mereka perjuangkan tak kunjung dipenuhi secara adil.

Keputusan PHK yang tertuang dalam surat bernomor 01/SPb/BPT/1/2025 itu ditandatangani langsung oleh Direktur PT Bapintri, Tarsa Tarmansya.

Dalam surat tersebut, perusahaan berdalih bahwa langkah ini diambil akibat kerugian yang terus-menerus mereka alami. Surat itu mulai berlaku sejak 31 Januari 2025 bagi pekerja operator, sementara staf terkena dampaknya per 1 Februari 2025.

Bagi Yuningsih, Ketua KASBI PT Bapintri yang telah mengabdi selama 32 tahun, keputusan ini bagaikan petir di siang bolong. Ia dan ratusan buruh lainnya hanya mendapatkan pesangon sebesar 0,5 persen dari hak yang seharusnya mereka terima.

“Saya sudah bekerja selama 32 tahun di PT Bapintri dan nominal pesangon yang diberikan perusahaan hanya 0,5 persen,” ungkap Yuningsih, Rabu (26/2/2025).

Menurutnya, buruh sebenarnya sudah memberikan kelonggaran dengan menyetujui pembayaran pesangon dalam jangka waktu satu tahun. Namun, perusahaan justru bersikeras ingin mencicilnya selama dua tahun.

BACA JUGA: DLH Cimahi Optimalkan TPST Santiong untuk Kurangi Ketergantungan pada TPA

“Kok tidak ada kelenturan sama sekali? Ini yang di-PHK bukan karyawan kontrak, rata-rata sudah bekerja di atas 24 tahun,” tegasnya.

Bahkan, lanjutnya, ada beberapa buruh yang telah mengabdi hingga 44 tahun. Mereka hanya berharap pembayaran pesangon tidak dilakukan secara mencicil dalam jangka waktu yang terlalu lama.

“Dicicil selama dua tahun, per bulan menerima Rp58 juta, Rp56 juta, atau Rp40 juta. Itu sangat kurang,” ujarnya.

Yuningsih menilai, perusahaan tidak hanya memberikan pesangon yang tidak sesuai aturan, tetapi juga seolah masih ingin mengeksploitasi para buruh dengan skema pembayaran yang merugikan.

“Selain memberikan pesangon yang tidak sesuai aturan, pihak perusahaan juga masih ingin mengeksploitasi kami dengan membayar pesangon dalam waktu yang begitu lama,” tuturnya.

Bahkan, ia menduga bahwa uang yang seharusnya menjadi hak buruh digunakan perusahaan untuk membangun badan usaha lain.