Rusunawa Cingised Bandung Bergejolak, Warga Dikejar Iuran Tapi Pemberdayaan Ekonomi Kurang Optimal

Rusunawa Cingised Bandung Bergejolak, Warga Dikejar Iuran Tapi Pemberdayaan Ekonomi Kurang Optimal

JABAR EKSPRES – Penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Cingised, Kota Bandung diam-diam bergejolak. Warga terkesan dikejar-kejar bayar iuran sewa, tapi program pemberdayaan untuk meningkatkan ekonomi tak begitu terasa manfaatnya.

Ketua Paguyuban Rusunawa Cingised, Maulana menceritakan, desakan tagihan untuk membayar uang sewa itu menguat setelah spanduk besar dipasang di salah satu sudut lapangan di kawasan rusun itu.

“Bayarlah Sewa Rusunawa Tepat Waktu, supaya tidak ada denda dan piutang sewa rusunawa” begitu tulisan spanduk tersebut.

Maulana menuturkan, warga sebenarnya juga paham akan hak dan kewajiban itu. Bayar sewa merupakan kewajiban yang harus dilakukan sebagai penghuni, tapi yang membuat bergejolak adalah beberapa kewajiban yang semestinya dilakukan Pemkot kurang dirasakan penghuni.

BACA JUGA:Warga Rusunawa Cingised Sulit Dapat Air Bersih

“Pengelola (UPT.red) itu serasa ibu kos yang nagih sewa saja,” jelasnya kepada Jabar Ekspres, Minggu (23/2).

Maulana melanjutkan, para penghuni rusunawa Cingised itu mulai tinggal ke rusun sekitar 2012 atau 2014 lalu. Dulu rencananya Rusunawa Cingised itu sebagai percontohan bagi hunian Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Kala itu sejumlah guru honorer dan warga yang tergabung dalam serikat kerja diajak masuk ke rusunawa. Selain murah, janji manis yang disampaikan adalah akan ada program pemberdayaan ekonomi.

Sehingga warga tinggal di rusunawa itu hanya sementara. Warga dikelola untuk bisa memperbaiki ekonomi yang kemudian bisa pindah ke hunian sendiri.

BACA JUGA:Legislator Dorong Pembangunan Rusunawa

Konsep dan kewajiban mengenai pemberdayaan itu juga tercantum dalam Perwal No 1337 tahun 2017. Tepatnya pada pasal 69, menjelaskan bahwa pengelola wajib mengadakan program pemberdayaan peningkatan perekonomian penghuni rusunawa (P5R).

Itu meliputi, pelatihan kepada penghuni, pembentukan kelompok usaha, penyediaan bank sampah, pemanfaatan lahan rusunawa untuk usaha pertanian perkotaan, maupun pemberdayaan lain sesuai kebutuhan.

Menurut Maulana, beberapa program itu memang sempat ada, tapi manfaatnya tak begitu terasa bagi penghuni rusun. “Ada program pengelolaan sampah, tapi sekarang juga terbengkalai,” imbuhnya.

Nurdin, penghuni lain menambahkan, pihaknya secara hati juga tidak ingin berlama-lama tinggal di rusunawa. Ia ingin memiliki rumah sendiri. Ia terpikat janji manis yang kala itu bisa terberdayakan di rusun sehingga akses mudah kedepannya untuk memiliki rumah sendiri.