TRIBUNNEWS.COM – Pertukaran sandera yang melibatkan kelompok pejuang Palestina Hamas dan pemerintah Israel kembali dilanjutkan pada Sabtu, 22 Februari 2025.
Dalam proses ini, enam tawanan Israel akan dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan yang lebih besar untuk memulangkan tahanan Palestina.
Mengapa Pertukaran Sandera Ini Penting?
Kesepakatan ini terjadi setelah sempat terjadinya masalah mengenai pengembalian jenazah yang salah diidentifikasi sebelumnya.
Peristiwa tersebut menimbulkan ancaman bagi gencatan senjata yang rapuh antara kedua belah pihak.
Namun, setelah kesalahpahaman itu diselesaikan, Israel dan Hamas sepakat untuk melanjutkan proses pertukaran sandera yang direncanakan di Gaza.
Siapa Saja Tawanan yang Diberikan Kebebasan?
Enam tawanan Israel yang akan dibebaskan terdiri dari:
Mereka ditangkap oleh Hamas dalam serangan yang terjadi pada 7 Oktober 2023, sedangkan Hisham dan Avera telah ditahan sejak mereka memasuki Gaza secara terpisah sekitar satu dekade lalu.
Mengutip BBC International, proses serah terima diperkirakan akan berlangsung sekitar pukul 08:30 pagi waktu setempat.
Meskipun hingga kini Hamas belum memberikan rincian tempat pertukaran, kemungkinan besar acara tersebut akan dilaksanakan di Khan Younis, Gaza selatan.
Apa yang Diperoleh Israel dalam Pertukaran Ini?
Sebagai imbalan atas pembebasan keenam sandera tersebut, Israel mengumumkan bahwa mereka akan melepaskan 602 tahanan Palestina.
Jumlah ini merupakan bagian dari tahap akhir dari pertukaran yang dimulai sejak 19 Januari lalu.
Dari 602 tahanan yang dibebaskan, 445 di antaranya adalah warga Palestina yang ditangkap oleh militer Israel setelah serangan yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.
Juru bicara Klub Tahanan Palestina, Amani Sarahneh, menyatakan bahwa sekitar 60 orang dari mereka sedang menjalani hukuman penjara yang panjang, termasuk 50 napi yang sedang menjalani hukuman seumur hidup.
Sebanyak 108 tahanan juga akan dideportasi ke luar Israel dan wilayah Palestina.
Bagaimana Proses Negosiasi Tahap Kedua Berjalan?
Meskipun kesepakatan gencatan senjata tahap pertama belum sepenuhnya terlaksana, Israel dilaporkan telah memulai negosiasi tidak langsung dengan Hamas untuk fase kedua dari perjanjian gencatan senjata.
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, mengatakan bahwa negosiasi tersebut diharapkan dapat dimulai pada 2 Februari mendatang.
Qatar, bersama Mesir dan Amerika Serikat, berperan sebagai penengah dalam negosiasi ini.
Pada tahap kedua, akan dibahas mengenai pengembalian sisa sandera yang masih tersisa, yang berjumlah 64 orang.
Selain itu, isu-isu tentang pemerintahan di Gaza pasca-perang juga akan menjadi agenda dalam perundingan tersebut.
Pejabat Israel menegaskan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menunjuk Ron Dermer sebagai orang kepercayaannya untuk memimpin negosiasi ini.
Meski demikian, kantor berita Reuters memprediksi bahwa negosiasi tersebut akan menghadapi banyak tantangan, terutama terkait siapa yang akan memerintah di Gaza setelah konflik berakhir.
Dengan semua informasi ini, proses pertukaran sandera ini tidak hanya penting untuk kedua belah pihak, tetapi juga bisa menjadi langkah awal menuju perdamaian yang lebih permanen di wilayah yang telah lama dilanda konflik.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
