Jakarta –
Kasus korupsi besar yang melibatkan tata kelola timah senilai Rp 300 triliun kembali menyita perhatian publik. Salah satu nama yang terseret dalam kasus ini adalah Harvey Moeis, yang baru-baru ini menghadapi hukuman yang lebih berat setelah proses banding.
Kuasa hukum Harvey Moeis, Andi Ahmad Nur Darwin, menegaskan bahwa mereka belum menentukan sikap mengenai kemungkinan kasasi terhadap putusan banding yang memperberat hukuman kliennya.
“Kami ingin membantah pemberitaan yang menyatakan bahwa kami telah memutuskan untuk mengajukan kasasi. Kami belum menerima mandat dari klien untuk mengambil langkah tersebut. Selain itu, kami juga belum menerima salinan resmi putusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta,” ujar Andi Ahmad, Selasa (18/2/2025).
Ahmad menambahkan bahwa salinan resmi putusan banding sangat penting bagi mereka untuk melakukan kajian lebih lanjut bersama klien dan tim.
“Kami perlu mempelajari salinan putusan banding terlebih dahulu, baru setelah itu kami akan berdiskusi dengan klien untuk menentukan langkah hukum yang tepat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Andi Ahmad menegaskan bahwa tim kuasa hukum tidak akan mendahului keputusan klien. Ia juga mengklarifikasi bahwa kabar yang beredar tentang rencana kasasi tersebut tidak benar dan berpotensi menyesatkan publik.
“Kami menghimbau agar berita ini tidak diteruskan atau ditanggapi oleh pihak manapun, baik media maupun kejaksaan,” tegasnya.
Andi Ahmad juga menegaskan bahwa sikap serupa akan diambil untuk terdakwa lainnya yang juga diwakili oleh tim kuasa hukum yang sama, yaitu Helena Lim, Suparta, Reza Andriansyah, dan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menjatuhkan vonis yang lebih berat terhadap Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata kelola timah. Ketua Majelis Hakim, Teguh Harianto, menyatakan bahwa Harvey Moeis terbukti bersalah dalam kasus tersebut dan dihukum dengan pidana penjara selama 20 tahun, denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar dengan subsider 10 tahun penjara.
Putusan ini lebih berat dibandingkan vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Tipikor sebelumnya, yang hanya memberikan hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, dengan uang pengganti sebesar Rp210 miliar.
Keputusan hakim ini didasarkan pada fakta bahwa Harvey Moeis tidak mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor), yang menjadi salah satu faktor memberatkan dalam menjatuhkan hukuman.
(rrd/rir)