TRIBUNNEWS.COM – Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dikabarkan akan mengadakan pertemuan darurat para menteri luar negeri untuk membahas rencana Presiden AS Donald Trump terkait pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.
Pertemuan ini diinisiasi oleh Iran sebagai respons diplomatik terhadap rencana tersebut.
Mengutip PressTV, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan bahwa dirinya telah melakukan upaya diplomatik yang intens selama beberapa hari terakhir.
Araghchi berdiskusi dengan para menteri luar negeri dari Arab Saudi, Mesir, Aljazair, Turki, Pakistan, Malaysia, dan Gambia, yang saat ini memegang jabatan sebagai presiden bergilir OKI.
Dalam surat resmi kepada Sekretaris Jenderal OKI, Hissein Brahim Taha, Araghchi menekankan pentingnya mengadakan pertemuan guna membahas dan menghadapi upaya kolonial yang bertujuan untuk memindahkan paksa penduduk Palestina dari Jalur Gaza.
Usulan Iran ini mendapatkan dukungan luas dari negara-negara anggota OKI.
Waktu pasti pelaksanaan pertemuan tersebut belum diumumkan, tetapi pertemuan diperkirakan akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan, menurut seorang koresponden IRNA pada Rabu (12/2/2025) yang mengutip sumber dari Kementerian Luar Negeri Iran.
Sebelumnya, Donald Trump dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah mengumumkan atau mendukung rencana eksodus paksa warga Gaza ke negara-negara seperti Mesir, Yordania, dan bahkan Arab Saudi.
Iran mendesak negara-negara Muslim untuk bersatu dan mengambil sikap kolektif terhadap tindakan ini.
“Rencana pemindahan paksa ini adalah kelanjutan dari upaya kolonial untuk menghapus Palestina,” kata Araghchi, menekankan pentingnya tindakan internasional yang cepat dan tegas.
Ia juga mengutuk upaya terang-terangan untuk menormalisasi genosida dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh rezim pendudukan.
Araghchi lebih lanjut mengecam pernyataan Perdana Menteri Israel yang menyarankan “pembentukan negara Palestina di wilayah Saudi.”
Ia menyebut pernyataan ini sebagai bentuk agresi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sebagai ancaman serius bagi perdamaian serta keamanan regional.
Menegaskan kembali pentingnya tindakan kolektif, Araghchi mendorong OKI untuk mengambil langkah signifikan dalam menghadapi skema gabungan AS-Israel tersebut.
“Masyarakat internasional, khususnya negara-negara regional dan Islam, harus segera mengambil langkah-langkah mendesak untuk mencegah legitimasi tindakan kriminal ini,” tegasnya.
Pengamat mengatakan bahwa pertemuan OKI mendatang akan menjadi platform penting bagi negara-negara anggota untuk mengoordinasikan respons mereka terhadap krisis yang berkembang, serta memperkuat dukungan mereka terhadap kedaulatan Palestina.
Daftar Anggota OKI
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) adalah organisasi antarpemerintah dengan 57 negara anggota yang memiliki perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa.
OKI Didirikan di Rabat, Maroko pada 12 Rajab 1389 H (25 September 1969) dalam Pertemuan Pertama para Pemimpin Dunia Islam.
Pertemuan itu digelar sebagai reaksi terhadap terjadinya peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsa oleh Israel.
OKI mengubah namanya dari sebelumnya Organisasi Konferensi Islam pada 28 Juni 2011 pada saat pertemuan 38 dewan Menteri Luar Negeri di Astana, Kazakhstan.
OKI saat ini mempunyai 57 negara anggota. Beberapa di antaranya bukan merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Berikut daftar negara anggota OKI.
Afghanistan (Diskors 1980–Maret 1989)
Aljazair
Chad
Guinea
Indonesia
Iran
Kuwait
Lebanon
Libya
Malaysia
Mali
Maroko
Mauritania
Mesir (Diskors Mei 1979–Maret 1984)
Niger
Pakistan (Menghalangi keanggotaan India)
Palestina
Arab Saudi
Senegal
Sudan
Somalia
Tunisia
Turki
Yaman
Yordania
Bahrain
Oman
Qatar
Suriah
Uni Emirat Arab
Sierra Leone
Bangladesh
Gabon
Gambia
Guinea-Bissau
Uganda
Burkina Faso
Kamerun
Komoro
Irak
Maladewa
Jibuti
Benin
Brunei Darussalam
Nigeria
Azerbaijan
Albania
Kirgizstan
Tajikistan
Turkmenistan
Mozambik
Kazakhstan
Uzbekistan
Suriname
Togo
Guyana
Pantai Gading
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
