Revisi Tatib Diduga Upaya DPR Menyandera Lembaga Negara Lain

Revisi Tatib Diduga Upaya DPR Menyandera Lembaga Negara Lain

JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara, Herdiansyah Hamzah menduga revisi Tata Tertib yang baru disahkan merupakan upaya DPR untuk menyandera lembaga atau penyelenggara negara lain yang proses pemilihannya melalui parlemen.

“Apa motif di belakangnya? Ada semacam upaya untuk mengakalisasi proses penyanderaan terhadap pimpinan KPK dan MK, dan ini sudah kerap kali kita dapatkan,” ungkapnya, Minggu 9 Februari 2025.

Menurut dia, manuver seperti itu bukan yang pertama dilakukan oleh DPR. Sebab, banyak undang-undang yang berusaha untuk diubah dan dibuat agar kewenangan DPR tidak hanya sampai kepada proses pengusulan, tapi juga pencopotan seperti kasus Hakim MK Aswanto.

“Padahal kalau kita lihat berbagai macam contoh di negara-negara lain, enggak ada itu hakim dicopot di tengah masa jabatan. Karena masa jabatan hakim itu fixed term, sifatnya tetap. Begitupun dengan pimpinan KPK, enggak bisa dicopot di tengah masa jabatan,” tukas Hamzah.

Dia menegaskan, satu-satunya jalan untuk mengganti pejabat atau penyelenggara negara adalah jika yang bersangkutan meninggal dunia atau melakukan perbuatan tercela berdasarkan putusan pengadilan yang sudah inkrah.

“Keliru besar bila kemudian aturan sekelas tatib menjadi dasar untuk menegasikan keberadaan undang-undang yang secara hierarki berada di atasnya. Jadi salah besar cara berpikir anggota-anggota DPR itu,” ujar Hamzah.

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR menyetujui revisi peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib atau Tatib DPR yang diusulkan Mahkamah Kehormatan (MKD) DPR. Dalam revisi tersebut, MKD mengusulkan penambahan satu pasal, yakni Pasal 228A.

Pasal itu memberikan kewenangan bagi DPR untuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap pimpinan lembaga dan kementerian yang disepakati di rapat paripurna. Evaluasi itu nantinya dilakukan komisi terkait dan hasilnya bersifat mengikat untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Dengan pengesahan revisi tatib tersebut, semua pejabat negara yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR bisa dievaluasi oleh parlemen, termasuk di antaranya para pimpinan KPK, komisioner KPU, anggota Bawaslu, serta hakim MK dan MA.