Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan distribusi gas elpiji 3 kilogram yang tidak tepat sasaran selama ini, berpotensi menimbulkan kerugian sampai Rp 26 triliun dari total subsidi negara.
Karena itulah, Bahlil menegaskan, kementeriannya harus mengambil kebijakan pembelian gas 3 kg harus melalui pangkalan atau subpangkalan supaya subsidi negara tepat sasaran.
Menurutnya setiap tahun negara menyubsidi gas elpiji 3 kg sebesar Rp 87 triliun.
“Jika kita asumsikan loss-nya total ada 25-30%, kali Rp 87 triliun, itu sama dengan Rp 25 triliun hingga Rp 26 triliun,” ujar Bahlil dalam keterangannya, Minggu (9/2/2025).
Bahlil menjelaskan bahwa negara selama ini telah menyubsidi tiga kebutuhan energi untuk rakyat Indonesia, yakni BBM, listrik, dan gas elpiji. Untuk gas elpiji sendiri, dalam satu tahun negara mensubsidi hingga Rp 87 triliun.
“Perintah Presiden Prabowo ke semua orang di kabinet adalah memastikan uang negara satu sen pun harus pasti sampai ke masyarakat. Penggunaannya harus tepat sasaran sampai ke rakyat. Apalagi elpiji ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar ketua umum Golkar inil.
Saat awal menjabat sebagai menteri, Bahlil mengaku mendapat sejumlah laporan dari aparat penegak hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa program subsidi gas elpiji 3 kg rentan terjadi kerugian jika tidak dilakukan penataan distribusi dan harga yang lebih jelas.
Dengan subsidi negara sebesar Rp 36.000 per tabung, kata Bahlil, maka harga gas elpiji 3 kg per tabung itu menjadi Rp 12.000. Dengan harga awal tersebut, Pertamina membawa gas elpiji itu ke agen dengan harga Rp 12.750. Selanjutnya, kata Bahlil, dari agen ke pangkalan, harga per tabung seharusnya maksimal hanya Rp15.000.
Selama ini, kata Bahlil, pemerintah bisa memantau langsung proses distribusi dari agen ke pangkalan karena memang terlacak oleh aplikasi. Hal tersebut berarti sudah tertata dengan baik oleh sistem.
“Nah, dari pangkalan ke pengecer ini yang enggak ada sistem, enggak ada aplikasi yang bisa memantau. Yang terjadi, seharusnya rakyat maksimal membeli satu tabung seharga Rp 18.000 sampai Rp 19.000. Tetapi fakta di lapangan, ada yang beli sampai Rp 25.000 atau Rp 30.000,” kata Bahlil.
Bahlil menjelaskan ada tiga titik celah di mana oknum bisa melakukan cawe-cawe permainan gas elpiji 3 kg. Salah satunya dengan penentuan harga dari pangkalan ke pengecer yang tidak terpantau.
“Jika kita asumsikan loss-nya total ada 25-30%, kali Rp 87 triliun, itu sama dengan Rp 25 triliun hingga Rp 26 triliun. Bayangkan. Inilah, dalam rangka implementasi apa yang diarahkan oleh Presiden Prabowo, memastikan yang dikeluarkan pemerintah harus tepat sasaran. Itu niatnya,” ujar Bahlil.
Sebelumnya, Bahlil mengatakan pemerintah sedang merancang aturan agar status para pengecer bisa diubah menjadi pangkalan agar masyarakat bisa mendapatkan harga yang sesuai saat membeli langsung di pangkalan. Saat meneken aturan itu, Bahlil mengatakan bahwa pelarangan dilakukan untuk mencegah permainan harga di level pengecer.
Kebijakan tersebut kemudian disempurnakan kembali dengan mengubah status pengecer menjadi subpangkalan. Bahlil mengumumkan seluruh pengecer elpiji 3 Kg di Indonesia sebanyak 375 ribu akan dinaikkan statusnya menjadi subpangkalan.
Langkah ini bertujuan untuk memastikan distribusi gas elpiji 3 kg bersubsidi tepat sasaran dan harga tetap terjangkau.
