TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi PT Jiwasraya periode 2008-2018 yang merugikan negara sebesar Rp 16,8 triliun.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengungkap kronologis kasus hingga menjerat Isa Rachmatarwata.
Kasus korupsi tersebut bermula saat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu, pada Maret 2009 menyatakan bahwa PT Asuransi Jiwasraya (AJS) dihadapkan pada kondisi insolvent atau kategori tidak sehat.
Kemudian pada 31 Desember 2008 ditemukan kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp 5,7 triliun.
Menyikapi kondisi itu, Menteri BUMN saat itu mengusulkan upaya menyehatkan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) dengan penambahan modal sebesar Rp 6 triliun dalam bentuk Zero Coupon Bond dan kas untuk mencapai tingkat solvabilitas.
“Namun usulan penyehatan tersebut tidak disetujui karena tingkat RBC (Race Base Capital) PT AJS sudah mencapai -580 persen atau bangkrut,” jelas Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Jumat (7/2/2025) malam.
Kemudian untuk mengatasi kondisi keuangan perusahaan, Direksi PT Jiwasraya yang saat ini telah berstatus terpidana yakni Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan membahas kondisi keuangan dan muncul rencana melakukan restrukturisasi.
Restrukturisasi itu dilakukan untuk memenuhi perbaikan bisnis asuransi akibat adanya kerugian sebelum tahun 2008.
Kerugian-kerugian tersebut juga dikarenakan adanya bisnis produk asuransi PT Jiwasraya yang mengakibatkan adanya ketimpangan antara asset dan liability dimana terjadi minus sebesar Rp 5,7 triliun.
Selanjutnya untuk menutupi kerugian itu, Hendrisman, Hary, dan Syahmirwan membuat produk JS Saving Plan yang mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi 9-13 persen atas pengetahuan dan persetujuan tersangka Isa Rachmatarwata yang saat itu menjabat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK.
Terkait JS Saving Plan ini terdapat peraturan berdasarkan Pasal 6 KMK Nomor: 422/KMK.06/2023 tanggal 30 September 2003 di mana berisi tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang pada pokoknya perusahaan perasuransian tidak boleh dalam keadaan insolvensi.
Setelah adanya persetujuan, keempat orang itu pun melakukan pertemuan dan membahas tentang pemasaran produk JS Saving Plan yang kemudian tersangka Isa Rachmatarwata (IR) membuat surat yang berisi PT AJS memasarkan produk.
“Padahal tersangka IR tahu kondisi PT AJS saat itu dalam keadaan insolvensi,” jelasnya.
Selanjutnya, pemasaran produk Saving Plan dengan bunga dan benefit yang tinggi kepada pemegang polisi sangat membebani perusahaan karena tidak diimbangi dengan hasil investasi.
“Bahwa premi yang diterima PT AJS melalui program Saving Plan sebesar Rp 47,8 triliun,” kata dia
Kemudian dana yang diperoleh PT JS melalui saving plan tersebut dikelola oleh tiga orang tersebut dalam bentuk investasi saham dan reksadana yang dilakukan tidak berdasarkan good coporate governence dan manajemen risiko.
Dari penelusuran transaksi investasi saham dan reksadana tersebut diketahui terdapat transaksi yang tidak wajar terhadap beberapa saham.
“Sehingga transaksi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga PT AJS mengalami kerugian,” ujarnya.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengelolaan keuangan dan dana investasi PT AJS periode tahun 2008 s.d. 2018 Nomor: 06/LHP/XXI/03/2020 tanggal 9 Maret 2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), negara dirugikan sebesar Rp16.807.283.375.000.
Peran Isa Rachmatarwata
Isa Rachmatarwata yang saat kejadian masih menjabat Kepala Biro (Kabiro) Perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) periode 2006-2012 diduga terlibat dalam pembuatan pemasaran program Saving Plan yang mengakibatkan PT Jiwasraya mengalami kerugian.
“Penyidik telah menemukan bukti yang cukup adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh IR yang saat itu menjabat sebagai Kabiro Asuransi pada Bapepam LK 2006-2012,” kata Qohar.
Atas perbuatannya Isa dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Setelah ditetapkan tersangka, Isa pun kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Sekadar informasi, dalam kasus korupsi PT Jiwasraya, sejumlah orang sudah dijatuhi vonis dan berkekuatan hukum tetap.
Seperti Direktur Utama PT Hanson International, Benny Tjokrosaputro.
Benny Tjokrosaputro divonis penjara seumur hidup serta membayar uang pengganti sejumlah Rp 6,078 triliun dalam kasus tersebut.
Selain tindak pidana korupsi, Benny Tjokrosaputro juga dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh pengadilan negeri.
Selain Benny Tjokrosaputro, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebelumnya juga telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk terdakwa Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.
Dalam hal ini, Heru juga divonis penjara seumur hidup dan membayar uang pengganti sebesar Rp 10,73 triliun.
Sementara empat terdakwa lain pada kasus ini yakni, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo; mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan; dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Mereka juga dijatuhi vonis penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namun untuk Hary Prasetyo mendapat keringanan vonis dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Hary yang semula divonis penjara seumur hidup oleh pengadilan Negeri, permohonan bandingnya dikabulkan oleh pengadilan tinggi.
Namun demikian, Hary Prasetyo tetap dinyatakan bersalah dan terbukti korupsi, sehingga Hary Prasetyo dikenakan vonis 20 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 4 bulan penjara.