Makamnya di Malo, Tokoh Penyebar Agama Islam di Bojonegoro

Makamnya di Malo, Tokoh Penyebar Agama Islam di Bojonegoro

Bojonegoro (beritajatim.com) – Sebuah makam kuno di Dusun Malo RT 05 RW 03 Desa/Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro sering didatangi warga untuk melakukan ziarah. Makam tersebut merupakan tokoh perempuan penyebar agama Islam di sekitar.

Pemilik pusara dari cerita turun temurun yang dipercaya masyarakat merupakan sosok perempuan penyebar agama Islam, Mbah Buyut Demi. Belum diketahui, secara pasti nama lain dari makam yang diduga sudah ada sejak era Majapahit itu.

Menurut Mbah Sarjan (71) yang menjadi juru kunci makam, hingga kini belum diketahui siapa nama asli Mbah Buyut Demi. Namun sebutan tersebut sudah melekat sejak dulu. Warga setempat juga belum tahu secara pasti era penyebaran agama Islam yang dilakukan Mbah Buyut Demi.

“Saat ini masyarakat setempat masih melakukan pencarian lebih dalam mengenai Mbah Buyut Demi, baik dari silsilah beliau sampai nasabnya,” ujarnya, Minggu (24/3/2024).

Meski demikian menurut cerita turun temurun warga setempat, Mbah Buyut Demi sudah ratusan tahun atau sejak zaman Majapahit sudah menyebarkan agama Islam di wilayah Malo. “Sejak tahun 1989 saya menjaga makam, juga belum tahu lebih jauh tentang sosok Mbah Buyut,” tukas Mbah Sarjan.

Makam Mbah Buyut Demi kini sudah dipugar. Juga dibangun sebuah joglo berikut cungkupnya untuk peneduh. Dulunya disekitar makam hanya dikelilingi pagar bambu, dan hanya terdapat satu cungkup di tempat pemakaman.

“Putra saya bernama Surono awal yang membangunkan joglo dan cungkupnya. Dia sukses di Jakarta, begitu mengetahui keadaan makam Mbah Buyut, langsung dibangunkan joglo tersebut,” terangnya.

Kini, makam Mbah Buyut Demi banyak dikunjungi oleh para peziarah, baik lokal Bojonegoro maupun luar daerah seperi Tuban dan Pasuruan. Mereka yang datang berziarah sekaligus mendoakan beliau atas jasanya semasa hidup karena telah menyebarkan serta mensyiarkan agama Islam di wilayah ini.

Bahkan setiap selapan pada malam Jum’at Kliwon selalu diadakan tahlil bersama. “Kain warna putih penutup makam pun setiap bulan Muharram atau Bulan Suro selalu diganti, ” imbuh Mbah Sarjan.

Disebelah utara makam juga terdapat dua sendang, sendang untuk laki-laki dan sendang untuk perempuan yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Sendang untuk yang laki-laki sudah tertutup akar pohon, sehingga hingga kini sudah tidak terpakai.

Sedangkan sendang yang untuk perempuan dulu banyak terdapat ikan lele, ada juga yang berwarna putih. Konon ikan lele tersebut tidak diperbolehkan untuk diambil atau dibawa pulang, maupun dimakan oleh masyarakat sekitar. [lus/but]