Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Ekonomi Nasional, Arief Anshory Yusuf, menilai bahwa kenaikan batas usia pensiun jadi 59 tahun belum menjamin masa tua yang lebih baik bagi para pekerja.
Penilaian itu dilandasi beberapa faktor. Terutama soal kenaikan upah minimum yang belum bisa mengikuti lonjakan inflasi hingga kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari.
“Ketidakcukupan penghasilan mereka untuk pensiun. Apalagi penyebabnya adalah mereka kerja kerasnya selama hidup produktif mereka tidak di-reward semustinya. Salah satunya karena ketidakberpihakan sistem ekonomi kepada mereka,” ujarnya saat berbincang bersama Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (16/1/2025).
Faktor budaya di tengah masyarakat juga turut jadi sorotannya. Dalam hal ini, ia melihat maraknya fenomena anak yang sudah punya keluarga baru bersama pasangan dan buah hati, namun masih tinggal serumah dengan orang tuanya.
Arief lantas memberi contoh dari seseorang yang ia kenal, dimana pihak orang tua yang telah berusia senja terpaksa mengalah demi sang anak, dengan meninggalkan rumah dan tinggal di hunian kontrakan. Lantaran rumah hasil jerih payahnya tak muat menampung terlalu banyak populasi.
Kondisi serupa juga bisa saja terjadi di negara maju. Dengan pengecualian, ada transaksi di dalam keluarga jika seorang anak yang sudah berkeluarga hendak tinggal di rumah orang tuanya.
“Terus culture, yang beyond belief kalau kita di Australia. Di Australia itu (orang tua ngomong ke anak), kalau lu mau rumah gua, ya beli,” kata Arief.
Secara pola, ia menyebut kurva kehidupan di Indonesia dengan negara maju punya pergerakan berbeda. Negara maju dilambangkan dengan U shape, yang menggambarkan tingkat kebahagiaan di masa anak-anak tinggi, untuk turun ketika muda, dan mulai kembali menanjak memasuki usia tua.
Sementara tingkat kebahagiaan di Indonesia terus merosot sedari anak-anak, muda, hingga usia tua. Tak lain tak bukan disebabkan oleh faktor gaji dan uang pensiun yang tidak mencukupi untuk hari tua.
“Jadi mereka yang di negara maju itu, artinya penghasilan karena sudah high capital intensive negaranya, sistemnya bagus, jadi mereka itu kerjanya mungkin sama keras dengan kita, tapi reward-nya, gajinya lebih tinggi dari kita,” tuturnya.