Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengungkapkan pentingnya program pendidikan inklusif. Mu’ti menekankan masih banyak anak Indonesia yang belum mendapatkan akses pendidikan, terutama anak-anak dari keluarga kurang mampu atau dengan kondisi khusus.
Mu’ti berharap ‘Aisyiyah dapat menjadi mitra strategis Kemendikdasmen dalam mewujudkan pendidikan inklusif di seluruh Indonesia, agar semua anak, termasuk yang memiliki kebutuhan khusus atau disabilitas, dapat memperoleh pendidikan berkualitas. Salah satu langkah konkret adalah mendukung wajib belajar 13 tahun, yang dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
“Program wajib belajar 13 tahun menuntut kerja sama dari berbagai pihak, terutama ‘Aisyiyah, yang memiliki kontribusi luar biasa dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) melalui lebih dari 20 ribu TK ABA yang tersebar di seluruh Indonesia dan luar negeri,” ujarnya dalam sambutan Pembukaan Tanwir I ‘Aisyiyah pada Rabu (15/1/2025).
Abdul Mu’ti juga sangat mengapresiasi peran ‘Aisyiyah dalam mendukung pendidikan inklusif. Alasannya, memberikan akses pendidikan bagi anak-anak dengan disabilitas dan anak-anak yang belum mendapatkan layanan pendidikan yang layak.
Menurut Mu’ti, meskipun pendidikan inklusif sudah menjadi bagian dari upaya bersama untuk mendukung pemenuhan hak pendidikan, implementasinya masih perlu ditingkatkan.
Mu’ti berharap kerja sama antara Kemendikdasmen dan ‘Aisyiyah dalam bidang pendidikan inklusif dapat lebih berkembang. Apalagi, dalam pendidikan anak usia dini dan layanan pendidikan bagi anak-anak disabilitas.
Pada acara tersebut, Sekretaris Umum PP ‘Aisyiyah Tri Hastuti menjelaskan kerja sama ini akan mencakup beberapa aspek penting. Pertama, peningkatan kapasitas pendidik dan tenaga pendidik dalam pendidikan inklusif.
Kedua, penguatan peran keluarga dalam pendidikan inklusif, pendidikan karakter, literasi, dan numerasi. Ketiga, penyelenggaraan wajib belajar 13 tahun yang inklusif bagi semua anak.
Tri juga menambahkan ‘Aisyiyah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan inklusif, termasuk pelatihan guru, pengembangan SOP layanan pendidikan inklusif, dan penyelenggaraan PKBM untuk anak-anak pemulung dan korban perkawinan anak.