Menanti Keputusan Pemerintah Tentang Libur Sekolah saat Ramadan, Orangtua Murid Pro dan Kontra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah telah menyepakati keputusan mengenai libur siswa sekolah saat bulan Ramadan 1446H/2025 .
Keputusan libur ramadan tahun ini disepakati oleh tiga kementerian, yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri.
“Sudah kita bahas tadi malam lintas kementerian tapi nanti pengumumannya,” ujar Mendikdasmen Abdul Muti di Hotel Tavia, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Sebelumnya, wacana libur sekolah saat Ramadan diungkapkan Wakil Menteri Agama Romo HR Muhammad Syafi’i beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, kebijakan meliburkan sekolah satu bulan penuh saat Ramadan, pernah diterapkan pada era pemerintahan Presiden ke-4 Abdurahman Wahid atau Gus Dur.
Libur Sekolah Saat Ramadan Akan Diumumkan Segera
Abdul Muti mengatakan Pemerintah bakal mengumumkan surat edaran yang mengatur tentang libur di bulan Ramadan ini.
“Tunggu sampai ada surat edaran bersama Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri,” katanya.
Surat edaran akan diumumkan ini karena pemerintah menunggu kepulangan Menteri Agama Nasaruddin Umar dari kunjungan kerja di Arab Saudi.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. (Instagram.com/abe_mukti)
“Tunggu sampai surat edarannya keluar ya. Ya mudah-mudahan dalam waktu singkat karena sekarang kan Pak Menteri Agama sedang dalam perjalanan dari Tanah Suci,” kata Abdul Mu’ti.
Meski begitu, Abdul Muti mengatakan pengumuman mengenai libur sekolah saat bulan Ramadan bakal diumumkan dalam waktu dekat.
“Jadi mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, tapi intinya sudah kami bicarakan dalam rapat koordinasi lintas kementerian dan sudah ada kesepakatan. Isinya bagaimana? Tunggu sampai pada waktunya kita umumkan,” pungkasnya.
3 Opsi Libur Ramadan
Tentang wacana libur sekolah selama Ramadan sudah dibahas sebelumnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno menggelar rapat dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti membahas sejumlah isu pendidikan.
Sejumlah anak mengikuti pengajian sore di Pondok Yatim Ad-Infinitum, Jalan Inhoftank, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (1/4/2023). Pengajian yang diikuti sekitar dua puluh anak yatim dan sejumlah anak yang tinggal di sekitar pondok tersebut dalam rangka mengisi waktu berbuka puasa di bulan Ramadan. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Rapat tersebut digelar di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (13/1/2025).
Salah satu pembahasan dalam rapat tersebut, adalah terkait libur saat Ramadan.
Keputusan mengenai libur Ramadan, kata Abdul Mu’ti, bakal dibahas dengan sejumlah kementerian dan lembaga terkait.
“Libur Ramadan nanti keputusannya dibahas bersama dengan Kementerian Agama dan juga Kementerian Dalam Negeri, karena ini kan menyangkut lintas kementerian jadi kami masih harus menunggu lagi undangan rapat berikutnya,” ujar Abdul Mu’ti di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (13/1/2025).
Pemerintah akan melakukan sinkronisasi hari libur antara siswa sekolah dan madrasah.
Selama ini, kebijakan madrasah berada di bawah kewenangan Kementerian Agama.
“Tapi intinya keputusannya supaya sama antara sekolah dengan madrasah. Jangan sampai nanti selama Ramadan masa aktif sekolah dan libur itu tidak sama antara sekolah dengan madrasah,” tutur Abdul Mu’ti.
Dirinya mengungkapkan ada tiga opsi mengenai libur Ramadan yang berasal dari usul masyarakat.
Opsi pertama, kata Abdul Mu’ti, libur penuh dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di masyarakat.
“Yang kedua itu separo-separo, artinya ada sebagian biasanya kalau yang berlaku sekarang itu kan awal Ramadan itu libur jadi misalnya tiga hari atau dua hari menjelang Ramadan. Sampai misalnya empat hari atau lima hari Ramadan pertama libur, kemudian habis itu masuk seperti biasa,” jelas Abdul Mu’ti.
“Kemudian nanti biasanya menjelang Idul Fitri juga libur biasanya bisa dua hari atau tiga hari menjelang Idul Fitri libur sampai nanti selesainya rangkaian mudik. Yang berlaku sekarang kan begitu,” tambahnya.
Sementar opsi ketiga, masuk penuh selama bulan Ramadan.
Pemerintah, kata Abdul Mu’ti, masih mempertimbangkan masukan dari masyarakat.
“Kami tentu memantau usulan-usulan itu sebagai bagian dari aspirasi publik yang dalam konteks demokrasi itu sehat karena ada partisipasi masyarakat dalam pengambil kebijakan publik,” pungkasnya.
Pro Kontra Orangtua Murid Pilih Mana?
Wacana libur sekolah saat Ramadan memunculkan beragam reaksi, terutama di kalangan orangtua murid sekolah.
Ada yang pro namun tak jarang ada yang kontra, ada pula yang manut atau manut akan keputusan pemerintah.
Nindya, salah seorang orangtua murid di Pamulang Tangerang Selatan mengatakan dirinya lebih merasa suka jika anak-anak selama Ramadan tidak bersekolah alias libur penuh selama sebulan.
Kondisi anak-anak yang berpuasa, terutama mereka yang di bawah 9 tahun menjadi pertimbangan.
“Saya kok lebih sreg kalau anak-anak liburkan saja sebulan biar fokus puasanya. Kalau sekolah kan kasihan, khawatir lemas,” ucapnya.
Lain lagi yang diungkapkan Wida. Ia cenderung kontra dan khawatir jika anak-anak libur penuh sebulan selama Ramadan.
Tidak adanya kegiatan di sekolah membuatnya berpikir dan ragu anaknya akan khusyu berpuasa.
Ilustrasi anak main hp atau ponsel di dalam kelas (Wavebreakmedia)
Godaan pemakaian gadget membuat orangtua tak setuju jika anak-anak sebulan penuh.
“Duh, kalau libur sebulan penuh selama Ramadan, emaknya yang bingung. Setiap hari malah main hp itu, gak fokus ibadah,” ucapnya.
Ia memilih anak-anak tak libur penuh. Kalau pun ada libur, hanya di awal Ramadan dan menjelang Idul Fitri saja.
Mengisi kegiatan di sekolah adalah pilihan terbaik menurut orangtua.
“Kalau di sekolah kan lumayan ada murojaah, baca tulis Al Q’uran, salat juga terjaga, bisa tepatw aktu, gak fokus maen game di ponsel,” sambung Hani, orangtua murid Madrasah tersohor di Tangsel.
Muhamadiyah Ingatkan Ramadan Momen Didik Akhlak dan Budi Pekerti Anak
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyerahkan keputusan mengenai libur siswa sekolah saat Ramadan kepada Pemerintah.
Haedar mengatakan, hal yang terpenting adalah menjadikan Ramadan sebagai arena untuk mendidik akhlak, budi pekerti, dan karakter.
Ilustrasi Siswa Madrasah mengikuti kegiatan belajar selama puasa.(dok. Kompas/Irwan Nugraha)
“Generasi sekarang ini, jujur, itu kan lahir dari sistem android. Kemudian perubahan sosial yang luar biasa. Dan mobilitas yang melahirkan anak-anak yang sebagian malah tercerabut dari budaya,” kata Haedar usai Tanwir I Aisyiyah di Hotel Tavia Heritage, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
“Nah, karena itu pendidikan agama, pendidikan akhlak, pendidikan budi pokerti itu menjadi sangat penting,” tambahnya.
Haedar meminta agar liburan selama Ramadan diisi dengan kegiatan pembinaan akhlak dan karakter kepada para siswa.
Kegiatan itu, kata Haedar, bisa dilaksanakan di samping proses pembelajaran.
“Sehingga jadikan libur seberapa lama pun yang ada di bulan Ramadan. Gunakan untuk fokus membina akhlak, membina akal budi. Di samping ada proses pembelajaran,” katanya.
Selama ini, Haedar mengungkapkan sekolah di bawah naungan Muhammadiyah telah memiliki kegiatan khusus selama bulan Ramadan.
“Untuk libur-libur tertentu kita punya paket-paket khusus. Termasuk gairahkan di bulan Ramadan ini penggunaan masjid-masjid sekolah, masjid-masjid kampus untuk pembinaan karakter, pembinaan akhlak. Problem terbesar di Indonesia dalam hal pembentukan karakter,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Anita K Wardhani/Fahdi Fahlevi)