Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Korpri PMII Unisla Veteran Lamongan Kampanyekan Anti Kekerasan Seksual di Pesantren

Korpri PMII Unisla Veteran Lamongan Kampanyekan Anti Kekerasan Seksual di Pesantren

Lamongan (beritajatim.com) – Korpri Pengurus Komisariat (PK) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Unisla Veteran Lamongan berkomitmen untuk mengkampanyekan anti kekerasan, sekaligus menolak adanya kekerasan seksual di ranah pondok pesantren.

Kampanye anti kekerasan seksual di pesantren itu salah satunya dilakukan oleh Korpri melalui kegiatan talkshow bersama para santri dan ustazah di Pondok Pesantren Roudlotul Quran Lamongan.

“Kami Kopri PK PMII Unisla Veteran ikut berkampanye menolak keras tentang adanya perilaku kekerasan seksual di ranah pondok pesantren. Kami mengajak seluruh kader putri se-Unisla Veteran untuk menyuarakan penolakan secara tegas terkait kekerasan seksual di pondok pesantren,” kata Ketua Kopri PK Unisla Veteran, Finda Dwi Faridatul Jannah, ditulis Jumat (29/3/2024).

Finda berharap, kegiatan ini mampu menjadi wadah dan memberikan pelajaran bagi para sahabat-sahabat PMII, khususnya yang berada di lingkup pesantren agar lebih memahami tentang segala bentuk potensi kekerasan seksual serta pencegahan yang harus dilakukan.

Selanjutnya Finda juga menyampaikan terimakasih dan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mendukung kegiatan ini, khususnya kepada Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an Nyai Maskurotin Azizah beserta segenap para jajaran ustaz dan ustazah.

“Semoga kegiatan ini bisa bermanfaat. Kami dari oengurus Kopri Komisariat Unisla Veteran juga berterimakasih banyak kepada pihak-pihak yang ikut serta membantu, sehingga kegiatan ini berlangsung lancar,” tuturnya.

Sementara itu, Aizatul Faizah selaku aktivis yang pernah menjabat Sekretaris III PKC PMII Jawa Timur periode 2018-2022 dalam talkshow ini menyampaikan bahwa momentum reformasi pesantren harus segera ditegaskan. Menurutnya, lembaga pendidikan berbasis agama tidak boleh dikelola sebagai lembaga tertutup.

“Pesantren adalah lembaga pendidikan berbasis agama, sebagai tempat para santri dari seluruh penjuru berkumpul guna mencari ilmu. Namun, desas-desus terkait kasus kekerasan seksual di ranah pondok pesantren kian hari semakin meroket. Oleh sebab itu, mari kita tunjukkan bahwa pesantren mengajarkan nilai-nilai yang sejuk dan damai,” paparnya.

Tak cukup itu, Faizah juga menyebut, terdapat UU Nomor 12 Tahun 2022 yang mengatur tentang segala bentuk pencegahaan kekerasan seksual. Hal itu juga diatur pada Pasal 10 Ayat (1) UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

Dalam UU itu dijelaskan bahwa setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling banyak dua ratus juta rupiah.

“Dari kutipan tersebut sangat jelas, bahwa UU tentang kekerasan seksual sudah terancang sedemikian rupa. Kami tentu mendorong adanya transparansi serta bersama-sama mengakomodir suara kelompok masyarakat sipil yang selama ini mengawal dan mendampingi korban kekerasan seksual,” jelas Faizah.

“Kami berharap bahwa hal ini juga akan mampu menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan, dan anak yang ada di Indonesia,” pungkasnya.[riq/ted]