Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mempertanyakan efektifitas pernyataan Prabowo. Ia mengatakan korupsi sekarang dilakukan dengan cara-cara cerdas. Bahkan yang disidangkan saja, kata dia, masih mengaku tidak korupsi.
“Nah, bagaimana caranya kemudian koruptor seakan-akan diambil hatinya supaya mengembalikan uang yang dicuri. Itu kan gak mungkin rasanya mereka akan mengaku dan menyerahkan kepada pemerintah sesuai anjuran Pak Prabowo. Wong diproses hukum saja, mereka masih mangkir,” kata Boyamin kepada Liputan6.com, Jumat (20/12/2024).
Ia menjelaskan, secara hukum, gagasan Prabowo memang memungkinkan. Namun, pelaksanaannya bakal sulit.
“Saya tidak pada posisi mendukung atau menolak, tapi sebagai upaya itu boleh, karena memang kita harus maju ke depan kalau memang ada yang bertobat dan kembalikan uangnya diampuni, boleh, gak masalah, itu kan strategi mengembalikan uang yang telah dicuri. Karena kalau nanti disidangkan, belum tentu uang pengganti maksimal, malah kita kehabisan biaya untuk menangani perkara pemberantasan korupsi dan penegakan hukumnya,” tambah Boyamin.
Ia melanjutkan, pasal 4 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi dengan tegas mengatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Tapi, Presiden melalui Kejaksaan bisa tidak meneruskan penuntutan.
“Itu kan punya diskresi istilah pemerintah, kalau Kejaksaan Agung deponering masih dimungkinkan itu. Kalau diketahui mereka melakukan korupsi dengan niat jahatnya sudah kelihatan dengan mens reanya, istilahnya begitu, tidak diampuni, tapi kalau mereka hanya kesalahanan prosedur atau apapun berkaitan dengan keperdataan, sebenarnya susah, pasal itu ada orang korupsi itu pasti ada niat jahatnya. Tapi, masih ada beberapa kasus kemudian dinyatakan perbuatan perdata. Artinya dikembalikan barangnya,” ucap Boyamin.