Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan, tidak ada perusahaan pelat merah yang terlibat dalam persekongkolan pemasokan electric multiple unit (EMU) pada proyek Jakarta-Bandung High Speed Railways alias Kereta Cepat Whoosh.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan, pihaknya dalam hal ini BUMN yang terlibat dalam konsorsium proyek Whoosh. Ia mengaku telah melakukan pembicaraan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait permasalahan yang dimaksud.
“Whoosh? Itu kan nanti KPPU. Mereka kan sudah bicara dengan KPPU. Bahwa konotasi BUMN-nya ternyata bukan, itu kan vendornya,” ucap Erick Thohir saat ditemui di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Dirinya pun menegaskan, perlu ada pemahaman yang mendalam perihal permasalahan persekongkolan pada proyek yang berada di bawah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Kereta Cepat Whoosh.
“Kemarin saya ingatkan bagaimana G to G (government to government). Payung hukumnya kita mesti pelajari,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, investigator penuntutan KPPU dalam keterangannya memaparkan laporan dugaan pelanggaran (LDP) pada sidang perdana perkara Nomor 14/KPPU-L/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Transportasi Darat untuk Pemasokan electric multiple unit (EMU) pada proyek Jakarta-Bandung High Speed Railways Project atau Kereta Cepat Whoosh.
Dalam LDP-nya, investigator menduga telah terjadi persekongkolan dalam pemasokan unit kereta untuk proyek kereta cepat Jakarta Bandung tersebut.
LDP dibacakan 13 Desember 2024 di hadapan majelis komisi yang dipimpin oleh ketua majelis Aru Armando bersama anggota majelis komisi Budi Joyo Santoso dan Gopprera Panggabean dan dilaksanakan di kantor KPPU Jakarta.
Perkara bersumber dari laporan masyarakat dengan melibatkan PT CRRC Sifang Indonesia sebagai terlapor I (yang juga merupakan panitia tender) dan PT Anugerah Logistik Prestasindo sebagai terlapor II.
Dalam LDP, Investigator Penuntutan menjelaskan berbagai fakta atau temuan yang mengarah pada persekongkolan, seperti terlapor I yang tidak memiliki peraturan tertulis yang baku terkait tata cara pemilihan penyedia barang dan atau jasa, terlapor I tidak melakukan penerimaan dan atau pembukaan dan atau evaluasi dokumen penawaran secara terbuka atau transparan, dan terlapor I memenangkan peserta tender yang tidak memenuhi persyaratan kualifikasi.
Investigator menduga terlapor I telah melakukan diskriminasi dan pembatasan peserta tender untuk memenangkan terlapor II.
Meskipun terlapor tersebut dinilai oleh investigator tidak layak menjadi pemenang tender, karena tidak memenuhi persyaratan modal disetor, yaitu sebesar Rp 10 miliar, dan tidak memiliki pengalaman sejenis atau pengalaman pekerjaan terkait dengan objek yang ditentukan, serta tidak mendapatkan nilai atau skor tertinggi pada tender.
Diduga, persekongkolan tersebut telah menghambat atau menutup kesempatan peserta lain menjadi pemenang tender. Sebagai catatan, pemenang harusnya dipilih dengan metode tender penilaian bentuk, penilaian kualifikasi dan penilaian responsif.
Berdasarkan bukti-bukti tersebut, investigator KPPU menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan persekongkolan tender oleh kedua Terlapor.
Setelah mendengarkan paparan investigator terkait dugaan persekongkolan tender Kereta Cepat Whoosh, majelis komisi memberikan kesempatan bagi terlapor untuk menyampaikan tanggapan pada sidang berikutnya tanggal 7 Januari 2025 dengan agenda tanggapan terlapor terhadap LDP dan pemeriksaan alat bukti atau dokumen.