Jakarta, CNBC Indonesia – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) buka suara terkait dengan status tersangka Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto (HK) atas kasus suap kepada Komisoner Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang melibatkan Harun Masiku (HM).
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Reformasi Hukum Ronny Talapessy menyebut penetapan status tersangka tersebut merupakan politisasi hukum dan pemidanaan yang di paksakan. Pandangan tersebut berdasarkan sejumlah faktor.
Menurutnya, status tersangka ini hanya membuktikan informasi yang beredar lama bahwa Sekjen DPP PDI Perjuangan akan segera dijadikan tersangka. Hal ini juga sudah pernah disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan dalam podcast Akbar Faisal beberapa waktu lalu.
“Kalau kita cermati lagi, pemanggilan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini dimulai ketika beliau bersuara kritis terkait kontroversi di Mahkamah Konstitusi tahun 2023 akhir, kemudian sempat terhenti, lalu muncul lagi saat selesai Pemilu, hilang lagi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (25/12).
Pihaknya menduga bahwa kasus ini lebih terlihat seperti teror terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan. Dan keseluruhan proses ini sangat kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasi.
Adapun beberapa indikasi yang dapat dilihat antara lain, adanya upaya pembentukan opini publik yang terus menerus mengangkat isu Harun Masiku, baik melalui aksi-aksi demo di KPK maupun narasi sistematis di media sosial yang patut dicurigai dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.
Lalu, adanya upaya pembunuhan karakter terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan melalui framing dan narasi yang menyerang pribadi, pembocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang bersifat rahasia kepada media massa/publik sebelum surat tersebut diterima yang bersangkutan.
“Ini adalah upaya cipta kondisi untuk mendapatkan simpati publik. Semua dapat dilihat dan dinilai oleh publik,” sebutnya.
Ia mengungkapkan, kasus suap Harun Masiku telah bersifat inkracht atau berkekuatan hukum tetap dan para terdakwa bahkan sudah menyelesaikan masa hukuman. Seluruh proses persidangan mulai dari Pengadilan Tipikor hingga Kasasi tidak satu pun bukti yang mengaitkan Sekjen DPP PDI Perjuangan dengan kasus suap Wahyu Setiawan.
“Kami menduga ada upaya pemidanaan yang dipaksakan/ kriminalisasi mengingat KPK tidak menyebutkan adanya bukti-bukti baru dari pemeriksaan lanjutan yang dilakukan sepanjang tahun 2024,” imbuhnya.
Menurutnya, pengenaan pasal Obstruction of Justice hanyalah formalitas teknis hukum saja. Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen DPP PDI Perjuangan sebagai tersangka adalah motif politik. Terutama karena Sekjen DPP PDI Perjuangan tegas menyatakan sikap-sikap politik partai menentang upaya-upaya yang merusak demokrasi, konstitusi, juga terhadap cawe-cawe, penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power di penghujung kekuasaan mantan Presiden Joko Widodo.
“Bahkan, sikap tegas ini baru terjadi minggu lalu ketika partai mengambil sikap yang tegas dengan memecat antara lain tiga kader yang dinilai telah merusak demokrasi dan konstitusi,” tuturnya.
Ia menambahkan, pihaknya telah dan akan selalu mentaati proses hukum dan bersifat kooperatif. “PDI Perjuangan lahir dari cita-cita besar untuk membawa Republik ini berjalan di atas rel demokrasi dengan prinsip negara hukum yang adil dan transparan. Yang terjadi saat ini adalah politisasi hukum,” ungkapnya.
Sementara, Ketua DPP PDIP bidang kehormatan Partai Komaruddin Watubun mengatakan, penetapan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini mengkonfirmasi keterangan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada tgl 12 Desember 2024 bahwa PDI Perjuangan akan diawut-awut atau diacak-acak terkait Kongres VI PDI Perjuangan.
Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka atas kasus suap kepada Komisoner Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang melibatkan Harun Masiku (HM).
Tak hanya Hasto, KPK juga menetapkan Donny Tri Istiqomah (DTI) sebagai tersangka. Donny disebut sebagai orang kepercayaan Hasto dalam perkara yang dimaksud.
Menyikapi informasi ini, PDIP memastikan akan menyiapkan bantuan hukum untuk membela Hasto.
“Tim hukum Partai tentu dipersiapkan untuk membela Mas Hasto,” kata Ketua DPP PDIP Said Abdullah, dikutip dari detikcom Selasa (24/12/2024).
Said mengatakan, sebagai warga negara, Hasto memiliki hak hukum. PDIP masih menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
“Bagaimana langkah-langkah hukum ke depan, hal itu sepenuhnya menjadi hak Mas Hasto. Selebihnya tentu kami menunggu arahan dari Ibu Ketua Umum PDI Perjuangan, terkhusus sikap Partai kedepan adalah prerogatif Ibu Ketum dan kami berharap agar publik berpegang pada azas praduga tak bersalah,” tuturnya.
Seperti diketahui, Ketua KPK Setyo Budiyanto baru saja membeberkan kronologi penetapan Hasto sebagai tersangka.
Penetapan Hasto sebagai tersangka tercantum pada Surat Penyidikan Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
“Dengan uraian penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka HK (Hasto Kristiyanto) bersama-sama Harun Masiku dan kawan-kawan berupa pemberian suatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Periode 2017 – 2022,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto, saat konferensi pers, Selasa (24/12/2024).
Gelar perkara atau ekspose terkait Hasto dilakukan KPK pada Jumat, 20 Desember 2024.
Setyo menjelaskan, KPK telah menetapkan 4 tersangka pada 8 Januari 2020, yakni Harun Masiku (HM) dan Saeful Bahri selaku pemberi suap, serta Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F. selaku penerima suap.
Dia menjelaskan, peran Hasto berawal saat Hasto menempatkan Harun di Dapil Sumsel I.
Saat pemilu legislatif tahun 2019, Harun Masiku hanya mendapatkan suara 5.878, sedangkan calon legislatif (caleg) atas nama Riezky Aprilia mendapatkan suara 44.402.
Saat itu seharusnya yang memperoleh suara dari Nazarudin Kiemas yang almarhum, adalah Saudari Riezky Aprilia. Namun menurut Setyo, ada upaya dari HK untuk memenangkan Harun Masiku melalui beberapa upaya.
“Saudara HK mengajukan Judicial Review kepada Mahkamah Agung tanggal 24 Juni 2019. Menandatangani surat nomor 2576/ex.dpp/viii/2019 tanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan Judicial Review,” kata Setyo.
Namun setelah ada putusan dari Mahkamah Agung, KPU tidak melaksanakan putusan tersebut. Sehingga Hasto meminta fatwa kepada MA.
Selain upaya itu, menurut Setyo, Hasto secara paralel mengupayakan agar Riezky mengundurkan diri untuk digantikan oleh Harun Masiku. Namun upaya tersebut ditolak oleh Riezky Aprilia.
Hasto juga disebut pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur. Itu pun ditolak oleh Riezky. “Bahkan surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh Saudara HK, dan meminta Saudari Riezky mundur setelah pelantikan,” kata Setyo.
(ayh/ayh)