Jakarta –
Natal selalu dirayakan pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya. Namun sebagian besar orang mungkin belum mengetahui apa alasan dan bagaimana sejarahnya tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai tanggal perayaan Natal.
Lantas, mengapa Natal dirayakan setiap tanggal 25 Desember? Menurut informasi yang detikcom himpun dari Times of India dan History, sedikitnya ada tiga alasan mengapa perayaan yang oleh orang-orang Kristen diperingati sebagai Hari Kelahiran Yesus itu diperingati pada tanggal 25 Desember.
Salah satu alasan penetapan tanggal tersebut terkait dengan simbolisme kelahiran Yesus Kristus yang ditetapkan oleh pihak gereja. Tanggal ini dianggap memiliki makna mendalam dalam kaitannya dengan cahaya yang muncul di tengah kegelapan dunia.
Alasan kedua berasal dari catatan sejarah yang mencatat penetapan tanggal Natal pertama kali di masa pemerintahan Kaisar Romawi Konstantinus. Pada masa itu, gereja mulai menetapkan tanggal ini sebagai hari kelahiran Yesus untuk menyatukan berbagai tradisi.
Selain itu, pengaruh festival pagan juga berperan dalam penetapan tanggal ini. Beberapa perayaan Romawi kuno, seperti festival Sol Invictus, yang jatuh pada tanggal yang sama, turut mempengaruhi keputusan tersebut.
Dengan berbagai alasan tersebut, tanggal 25 Desember kemudian dipilih dan diterima sebagai tanggal perayaan Natal. Penetapan ini menggabungkan aspek simbolis, sejarah, dan pengaruh budaya masa lalu.
1. Simbolisme Kelahiran Yesus oleh Gereja
Foto: Freepik/freepik
Menurut Times of India, salah satu kisah yang umum mengenai perayaan Natal adalah ramalan yang diterima Bunda Maria pada tanggal 25 Maret, yang memberitahukan bahwa ia akan mengandung seorang anak istimewa dari Tuhan. Sembilan bulan setelah ramalan itu, pada tanggal 25 Desember, Yesus lahir, yang menjadi dasar bagi penetapan tanggal tersebut.
Meskipun ada beberapa bukti dalam Alkitab yang menunjukkan kelahiran Yesus mungkin terjadi pada musim semi, Paus Julius I memilih tanggal 25 Desember sebagai hari perayaan kelahiran Yesus. Keputusan ini diduga terkait dengan upaya gereja untuk mengadopsi dan menyerap tradisi festival Saturnalia dari budaya pagan.
Festival Saturnalia adalah perayaan besar yang sangat dihormati di Romawi kuno, dan gereja berusaha untuk mengganti festival ini dengan perayaan kelahiran Yesus. Dengan menetapkan tanggal 25 Desember, gereja menghubungkan perayaan Kristiani dengan festival pagan yang sudah ada.
Tradisi Pesta Kelahiran yang merujuk pada kelahiran Yesus kemudian mulai menyebar ke berbagai negara. Pada tahun 432, tradisi ini sampai ke Mesir, dan pada akhir abad keenam, perayaan ini juga diterima di Inggris.
Penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus menciptakan penghubung antara tradisi Kristen dan festival-festival pagan kuno. Hal ini mengarah pada penyebaran luas perayaan Natal di seluruh dunia.
2. Penetapan Natal Pertama oleh Kaisar Romawi
Ilustrasi patung Kaisar Romawi Konstantinus (Foto: Poliphilo/Creative Commons via Wikimedia Commons)
Menurut catatan History, tanggal 25 Desember pertama kali disebut secara resmi sebagai hari libur untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus pada tahun 336 Masehi. Penetapan ini terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Romawi Konstantinus, yang merupakan Kaisar Romawi Kristen pertama.
Sebelum era Kristen, Kaisar Romawi Aurelius sudah menggelar perayaan Dies Natalis Solis Invicti atau Kelahiran Sang Matahari Yang Tak Terkalahkan pada tahun 274 Masehi. Perayaan ini dirayakan setiap tanggal 25 Desember, meskipun kadang juga dilaksanakan pada bulan Oktober.
Perayaan Sol Invictus adalah festival pagan yang menghormati dewa matahari, yang diadakan untuk merayakan kemenangan matahari atas kegelapan. Festival ini sangat populer di kalangan masyarakat Romawi kuno dan memiliki pengaruh besar pada perayaan Natal yang kemudian ditetapkan oleh gereja.
Setelah Konstantinus memeluk agama Kristen, ia memutuskan untuk menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus Kristus, menggantikan perayaan pagan tersebut. Keputusan ini menjadi langkah penting dalam penyebaran agama Kristen di seluruh Kekaisaran Romawi.
Dengan demikian, perayaan Natal pada tanggal 25 Desember tidak hanya berkaitan dengan kelahiran Yesus, tetapi juga dipengaruhi oleh tradisi perayaan pagan yang lebih dulu ada. Proses ini menunjukkan bagaimana agama Kristen menyerap dan mengadaptasi berbagai kebiasaan dari budaya Romawi kuno.
3. Pengaruh Festival-festival Pagan Romawi Kuno
Foto: Freepik/freepik
Ketika pejabat gereja menetapkan tanggal 25 Desember pada akhir abad ketiga, mereka kemungkinan besar ingin agar tanggal tersebut bertepatan dengan festival pagan yang sudah ada. Festival Saturnalia untuk menghormati Saturnus dan festival Mithra untuk menghormati dewa cahaya Persia menjadi alasan pemilihan tanggal ini.
Tujuannya adalah agar lebih mudah meyakinkan penyembah berhala di Roma untuk menerima Kekristenan sebagai agama resmi kekaisaran. Dengan mengganti perayaan pagan dengan perayaan Natal, gereja Kristen berusaha untuk menyatukan kedua tradisi tersebut.
Sebelum menjadi perayaan Natal, tanggal 25 Desember sudah diperingati dalam kebudayaan Romawi kuno sebagai “Sol Invictus” atau Hari Matahari yang Tak Terkalahkan. Festival ini merayakan titik balik matahari musim dingin, saat hari mulai lebih panjang, menandakan kembalinya cahaya.
Para pemimpin gereja Kristen memilih tanggal ini untuk merayakan kelahiran Yesus Kristus, yang dikenal sebagai “Terang Dunia”. Pilihan ini memberikan makna simbolis bahwa Yesus datang membawa harapan baru bagi umat manusia.
Dengan demikian, penetapan tanggal 25 Desember sebagai Natal tidak hanya berkaitan dengan kelahiran Yesus, tetapi juga menghubungkan perayaan Kristiani dengan tradisi pagan yang lebih dulu ada, menciptakan titik pertemuan antara dua dunia tersebut.
Halaman 2 dari 4
(wia/imk)