Jakarta: Setiap bulan Desember, orang tua di seluruh dunia dihadapkan pada pertanyaan yang sulit: Haruskah mereka memberitahu anak-anak mereka bahwa Santa Klaus tidak nyata?
Tradisi ini telah lama menjadi bagian dari perayaan Natal, tetapi para ahli memiliki pandangan yang beragam tentang dampak psikologis dan sosialnya.
Berikut adalah pandangan para ahli tentang apakah Santa Klaus harus dijelaskan sebagai mitos atau dibiarkan menjadi bagian dari fantasi anak.
Santa Klaus sebagai Ritual Keluarga
Menurut Kelly Allen, psikolog perkembangan dari University of Melbourne, melibatkan anak-anak dalam tradisi Santa Klaus dapat menjadi cara yang positif untuk menciptakan kenangan keluarga.
“Mitos Santa membantu membangun tradisi lintas generasi,” kata Allen, melansir BBC.
Ritual ini juga memberikan rasa kebersamaan sosial dan memperkuat jaringan dukungan keluarga.
Santa juga dapat merangsang imajinasi anak-anak, yang penting untuk perkembangan fungsi eksekutif seperti perhatian dan kreativitas.
Namun, Kelly Allen menekankan pentingnya menyesuaikan informasi tentang Santa Klaus dengan usia anak, agar mereka dapat memahami kenyataan pada waktunya.
Argumen Menentang Mitos Santa Klaus
Sebaliknya, beberapa ahli memperingatkan bahwa mempertahankan mitos Santa Klaus dapat menjadi masalah.
Ameneh Shahaeian, peneliti psikologi perkembangan dari Australian Catholic University, menyatakan bahwa anak-anak yang sudah mulai mempertanyakan keberadaan Santa kemungkinan telah mencapai tahap perkembangan di mana mereka dapat membedakan antara kenyataan dan fiksi.
“Jika anak bertanya, penting untuk memberi mereka jawaban yang jujur,” ujarnya. melansir BBC.
Rebecca English, pakar pendidikan dari Queensland University of Technology, bahkan menilai bahwa kebohongan tentang Santa bisa menimbulkan dampak emosional negatif.
“Saya merasa kecewa ketika mengetahui orang tua saya telah berbohong tentang Santa,” ungkapnya.
Menurutnya, mitos ini juga dapat mendorong anak menjadi konsumen pasif ide orang lain tanpa mempertanyakan validitasnya.
Pertimbangan Etis
Peter Ellerton, dosen pemikiran kritis di University of Queensland, menyoroti implikasi moral dari cerita Santa Klaus.
“Jika hanya anak-anak baik yang mendapat hadiah, apa yang dikatakan cerita ini tentang keluarga miskin?” tanya Ellerton, melansir BBC. Narasi semacam ini dapat memengaruhi rasa percaya diri anak-anak yang kurang beruntung secara ekonomi.
Dr. Justin Coulson, pakar parenting dari Monash University, menyarankan agar Santa Klaus diperkenalkan sebagai tokoh historis daripada sosok nyata.
“Mitos Santa adalah kebohongan yang menyenangkan, tetapi semakin banyak kita berbohong, semakin besar risiko anak-anak merasa kita tidak dapat dipercaya,” katanya.
Anak dan Batas Antara Fantasi dan Realitas
Namun, David Zyngier dari Monash University menunjukkan bahwa anak-anak dengan kehidupan fantasi yang kaya sebenarnya lebih baik dalam membedakan fakta dan fiksi.
Dia mencatat bahwa orang tua yang ingin memperkenalkan Santa Klaus tetap dapat melakukannya, asalkan mereka bersiap menghadapi pertanyaan anak-anak dengan jujur saat waktunya tiba.
Mitos Santa Klaus adalah tradisi yang dapat memperkaya pengalaman masa kecil, tetapi juga membawa tantangan etis dan emosional. Jika anak bertanya, memberikan jawaban yang jujur sesuai dengan usia dan tahap perkembangan mereka adalah langkah yang bijaksana.
Pada akhirnya, keputusan ini harus disesuaikan dengan nilai-nilai keluarga dan kebutuhan unik setiap anak. Bagaimanapun, Natal adalah tentang cinta, kebersamaan, dan menciptakan kenangan indah bersama keluarga.
Baca Juga:
Mengapa Santa Claus Menjadi Figur yang Dicintai Anak-anak saat Natal? Ini Alasannya
Jakarta: Setiap bulan Desember, orang tua di seluruh dunia dihadapkan pada pertanyaan yang sulit: Haruskah mereka memberitahu anak-anak mereka bahwa Santa Klaus tidak nyata?
Tradisi ini telah lama menjadi bagian dari perayaan Natal, tetapi para ahli memiliki pandangan yang beragam tentang dampak psikologis dan sosialnya.
Berikut adalah pandangan para ahli tentang apakah Santa Klaus harus dijelaskan sebagai mitos atau dibiarkan menjadi bagian dari fantasi anak.
Santa Klaus sebagai Ritual Keluarga
Menurut Kelly Allen, psikolog perkembangan dari University of Melbourne, melibatkan anak-anak dalam tradisi Santa Klaus dapat menjadi cara yang positif untuk menciptakan kenangan keluarga.
“Mitos Santa membantu membangun tradisi lintas generasi,” kata Allen, melansir BBC.
Ritual ini juga memberikan rasa kebersamaan sosial dan memperkuat jaringan dukungan keluarga.
Santa juga dapat merangsang imajinasi anak-anak, yang penting untuk perkembangan fungsi eksekutif seperti perhatian dan kreativitas.
Namun, Kelly Allen menekankan pentingnya menyesuaikan informasi tentang Santa Klaus dengan usia anak, agar mereka dapat memahami kenyataan pada waktunya.
Argumen Menentang Mitos Santa Klaus
Sebaliknya, beberapa ahli memperingatkan bahwa mempertahankan mitos Santa Klaus dapat menjadi masalah.
Ameneh Shahaeian, peneliti psikologi perkembangan dari Australian Catholic University, menyatakan bahwa anak-anak yang sudah mulai mempertanyakan keberadaan Santa kemungkinan telah mencapai tahap perkembangan di mana mereka dapat membedakan antara kenyataan dan fiksi.
“Jika anak bertanya, penting untuk memberi mereka jawaban yang jujur,” ujarnya. melansir BBC.
Rebecca English, pakar pendidikan dari Queensland University of Technology, bahkan menilai bahwa kebohongan tentang Santa bisa menimbulkan dampak emosional negatif.
“Saya merasa kecewa ketika mengetahui orang tua saya telah berbohong tentang Santa,” ungkapnya.
Menurutnya, mitos ini juga dapat mendorong anak menjadi konsumen pasif ide orang lain tanpa mempertanyakan validitasnya.
Pertimbangan Etis
Peter Ellerton, dosen pemikiran kritis di University of Queensland, menyoroti implikasi moral dari cerita Santa Klaus.
“Jika hanya anak-anak baik yang mendapat hadiah, apa yang dikatakan cerita ini tentang keluarga miskin?” tanya Ellerton, melansir BBC. Narasi semacam ini dapat memengaruhi rasa percaya diri anak-anak yang kurang beruntung secara ekonomi.
Dr. Justin Coulson, pakar parenting dari Monash University, menyarankan agar Santa Klaus diperkenalkan sebagai tokoh historis daripada sosok nyata.
“Mitos Santa adalah kebohongan yang menyenangkan, tetapi semakin banyak kita berbohong, semakin besar risiko anak-anak merasa kita tidak dapat dipercaya,” katanya.
Anak dan Batas Antara Fantasi dan Realitas
Namun, David Zyngier dari Monash University menunjukkan bahwa anak-anak dengan kehidupan fantasi yang kaya sebenarnya lebih baik dalam membedakan fakta dan fiksi.
Dia mencatat bahwa orang tua yang ingin memperkenalkan Santa Klaus tetap dapat melakukannya, asalkan mereka bersiap menghadapi pertanyaan anak-anak dengan jujur saat waktunya tiba.
Mitos Santa Klaus adalah tradisi yang dapat memperkaya pengalaman masa kecil, tetapi juga membawa tantangan etis dan emosional. Jika anak bertanya, memberikan jawaban yang jujur sesuai dengan usia dan tahap perkembangan mereka adalah langkah yang bijaksana.
Pada akhirnya, keputusan ini harus disesuaikan dengan nilai-nilai keluarga dan kebutuhan unik setiap anak. Bagaimanapun, Natal adalah tentang cinta, kebersamaan, dan menciptakan kenangan indah bersama keluarga.
Baca Juga:
Mengapa Santa Claus Menjadi Figur yang Dicintai Anak-anak saat Natal? Ini Alasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(WAN)