Sorotan Kompolnas dan YLBHI Atas Kasus Polisi Peras Penonton DWP, Sebut Para Pelaku Lakukan Pelanggaran
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Kepolisian Nasional (
Kompolnas
) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (
YLBHI
) sama-sama menyoroti kasus 18 oknum polisi diduga melakukan pemerasan terhadap warga negara asing (WNA) yang menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Minggu (15/12/2024).
Kedua lembaga tersebut menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh ke-18 oknum polisi yang terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polres Metro Kemayoran itu merupakan sebuah pelanggaran serius jika memang terbukti benar.
Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam menyampaikan, ada pelanggaran yang dilakukan oleh ke-18 oknum polisi.
“Kami memberikan atensi terhadap kasus ini. Kalau ditanya ini ada pelanggaran atau tidak, ya pastinya ada pelanggaran,” kata Anam saat dihubungi
Kompas.com
, Senin (23/12/2024).
Anam mengatakan, langkah Divisi Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri memeriksa 18 oknum polisi yang diduga terlibat dalam kasus tersebut sudah tepat.
Namun, menurutnya polisi harus segera mengambil tindakan tegas atas apa yang diduga dilakukan para pelaku.
“Kami mengapresiasi langkah yang diambil oleh Propam dan berharap memang ada tindakan tegas dan sanksi yang juga tegas terhadap para pelaku tersebut,” ujar dia.
Di lain sisi, Anam meminta agar Propam Polri menjelaskan soal duduk perkara kasus ini ke publik agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.
“Di samping sanksi yang tegas, juga penjelasan apa yang sebenarnya terjadi secara transparan,” tegas dia.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, apa yang dilakukan 18 oknum polisi yang diduga memeras penonton DWP 2024 jelas sebuah pelanggaran dalam aturan internal di kepolisian maupun pidana.
“Polisi melangggar aturan internalnya sendiri. Ada itu Peraturan Kapolri tentang penyidikan, tentang tindakan kepolisian, dan tentang implementasi prinsip dan standar dan hak asasi manusia,” kata Isnur di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, dilansir dari
TribunJakarta.com
.
Isnur meminta para polisi yang diduga memeras penonton DWP tak hanya dikenakan sanksi etik, tapi juga pidana.
“Dan itu adalah kejahatan, bukan hanya pelanggaran etik. Polisi yang terlibat itu harusnya ditangkap, dan diproses hukum pidana tidak hanya etik saja,” ujarnya.
Isnur menilai, tindakan para polisi itu memang dari awal menjadikan penegakan hukum sebagai alat untuk memeras warga.
“Itu artinya penyidikan dengan niat jahat. Jadi penegakan hukum digunakan untuk memeras warganya dengan dalih tes urine dan itu jelas melanggar,” paparnya.
(Penulis: Baharudin Al Farisi, Elga Hikari Putra (TribunJakarta.com) | Editor: Fitria Chusna Farisa, Ferdinand Waskita Suryacahya (TribunJakarta.com))
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.