Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam sejumlah kesempatan bersikeras menyatakan daya beli masyarakat Indonesia baik-baik saja. Namun, Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro mengungkapkan fakta sebaliknya.
Bambang mengatakan, untuk melihat data sebenarnya daya beli masyarakat bisa merujuk pada realisasi kondisi ekonomi pada kuartal III-2024 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Menurutnya, kuartal III-2024 bisa menjadi acuan dalam melihat daya beli sesungguhnya masyarakat RI karena tidak ada faktor musiman yang menolong angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Pada kuartal III-2024, konsumsi rumah tangga tumbuh di bawah 5%, yakni hanya 4,91% secara tahunan atau year on year (yoy). Membuat, laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 hanya tumbuh 4,95%.
“Jadi sebenarnya kalau saya melihat turunnya pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan konsumsi dari di atas 5% menjadi di bawah 5% itu sebenarnya tanda yang clear bahwa ada potensi pelemahan daya beli,” kata Bambang dalam program Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/12/2024).
Bambang mengatakan, pada kuartal I-2024 dan kuartal II-2024 tidak bisa mencerminkan kondisi sebetulnya daya beli masyarakat karena pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangganya ditopang faktor musiman tahunan dan lima tahunan, seperti Pemilu 2024, momen perayaan tahun baru, hingga bulan Ramadhan dan Idul Fitri atau Lebaran.
“Di triwulan 3 tidak ada apa-apa, tidak ada pemilihan umum kan, Pilkada itu hitungannya baru triwulan 4 meskipun barangkali kampanye sudah dimulai, kemudian tidak ada hari raya keagamaan atau libur panjang, kecuali libur Juni, Juli, libur anak sekolah. Maka terlihat ekonomi kita melemah,” tegasnya.
Bambang menganggap, data konsumsi rumah tangga saat tidak adanya faktor musiman bisa mencerminkan kondisi riil daya beli masyarakat karena memang pertumbuhan ekonomi Indonesia paling dominan ditopang konsumsi rumah tangga, dengan porsi mencapai 53,08%.
“Jadi otomatis karena ekonomi kita bergantung pada konsumsi dan pertumbuhan ekonominya turun, sebenarnya tanpa harus mengurai data lebih dalam lagi, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ada pelemahan daya beli,” tutur Bambang.
Data ini pun kata Bambang diperburuk dengan jelasnya data penurunan jumlah kelas menengah. Sebagaimana diketahui, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia masih sebanyak 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Namun, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%.
“Kombinasi itulah dari menurunnya kelas menengah dan masih tingginya aspiring middle class dan near poor yang mengindikasikan ada kemungkinannya pelemahan konsumsi. Kalau daya beli kita melemah otomatis konsumsi juga melemah,” ucap Bambang.
Maka, tak heran Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang terdiri dari 15 kebijakan insentif khusus untuk menyelamatkan kondisi ekonomi kuartal I-2025, yang semuanya terarah untuk mendorong aktivitas konsumsi rumah tangga guna menyelamatkan angka pertumbuhan ekonomi awal tahun.
“Jadi tentunya beliau tidak ingin di triwulan 1 yang barangkali sepenuhnya sudah tanggung jawab beliau itu ada pertumbuhan ekonomi yang kurang menggembirakan,” kata Bambang.
“Peralihan dari triwulan 4 ke triwulan 1 ini akan challenging karena sebenarnya daya beli melemah itu sudah terdeteksi,” ungkapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengklaim perekonomian Indonesia pada 2024 dalam kondisi yang baik, di tengah perlambatan ekonomi global. Terbukti, ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 mampu tumbuh sebesar 4,95% (yoy), 1,5% (qtq), atau sebesar 5,03% (ctc). Lalu, inflasi Indonesia juga cukup terjaga rendah.
Bahkan, inflasi Indonesia pada bulan November 2024 sebesar 1,55% (yoy), termasuk terendah di dunia. Dia pun menambahkan itngkat konsumsi masyarakat juga masih terjaga, ekspor menunjukkan peningkatan, neraca perdagangan Indonesia surplus.
“Hal ini menunjukkan daya tahan dan sekaligus potensi perekonomian Indonesia di sektor-sektor yang mampu menghasilkan barang komoditas ekspor seperti manufaktur dan juga sektor perdagangan dan konsumsi,” paparnya saat ditemui di Istana Negara, beberapa waktu lalu (16/12/2024).
(haa/haa)