Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) telah menolak permohonan kasasi PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex beserta 3 anak usahanya terkait putusan pailit yang sebelumnya diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon.
Dalam catatan Bisnis, Indo Bharat adalah salah satu kreditur utang dagang Sritex. Kendati demikian, nama IBR tidak tercatat dalam laporan keuangan emiten tekstil berkode SRIL tersebut.
Direktur Keuangan SRIL Welly Salam dalam keterangannya yang dikutip 26 Oktober 2024, mengemukakan alasannya. Menurutnya seluruh kreditur yang termasuk sebagai utang dagang tercantum dalam utang usaha dengan pihak ketiga. Setelah adanya putusan pailit, SRIL masih memiliki sisa utang Rp101,3 miliar (Rp101.308.838.984) kepada IBR.
“Perseroan masih memiliki nilai utang tersisa sebesar Rp101,3 miliar kepada IBR, yang mana berdasarkan laporan keuangan konsolidasian per 30 Juni 2024, mencerminkan 0,38% dari total liabilitas perseroan,” ujar Welly dalam keterangannya di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Sabtu (26/10/2024).
Menurutnya, IBR merasa tidak menerima pembayaran kewajiban Grup Sritex berdasarkan Putusan Homologasi sejak Juli 2023, yakni pembayaran secara cicilan bulanan sejumlah US$17.000, dan/atau akan dilunaskan secara penuh pada tanggal jatuh tempo.
“Grup Sritex memandang bahwa ketentuan tersebut tidak bersifat kumulatif, dan pada faktanya Grup Sritex telah melakukan sejumlah pembayaran yang lebih daripada ketentuan minimum yang ditentukan Putusan Homologasi,” jelasnya.
Merespons putusan pailit ini, SRIL dengan PT Sinar Panta Djaja, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Bitratex Industries (Grup Sritex) telah menunjuk kuasa hukum dari kantor hukum Aji Wijaya & Co, yang akan mendampingi serta mewakili Grup Sritex dalam melakukan upaya hukum kasasi terhadap Putusan Pembatalan Homologasi (Upaya Kasasi).
“Saat ini perseroan masih melakukan upaya kasasi terhadap Putusan Pembatalan Homologasi dan perseroan masih melakukan aktivitas operasionalnya secara normal untuk dapat tetap melakukan pemenuhan terhadap kewajibannya,” kata Welly.
Gugatan Sritex
Jauh sebelum ramai putusan pailit, Sritex pernah berupaya menggugat status Indo Bharat yang masuk sebagai kreditur berdasarkan homologasi perjanjian perdamaian yang telah diputuskan oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Gugatan dengan nomor 45/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2023/PN Niaga Smg telah terdaftar pada 22 Desember 2023 lalu.
Ada empat poin gugatan Sritex kepada pihak Indo Bharat. Pertama, meminta supaya majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya. Kedua, menyatakan tergugat [Indo Bharat Rayon] bukan kreditor dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan dalam putusan Homologasi.
Ketiga, menghapus kedudukan Indo Bharat Rayon sebagai Kreditor dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan dalam putusan Homologasi. Keempat, menghukum Indo Bharat untuk membayar biaya perkara.
Adapun hakim memutus perkara ini pada tanggal 20 Februari 2024 dengan amar putusan menolak semua gugatan Sritex dan 3 anak usahanya. Tidak cukup di pengadilan tingkat pertama, Sritex mengajukan kasasi. Sidang putusan kasasi berlangsung pada 22 Mei 2024. Hasilnya, MA menolak kasasi Sritex dan ketiga anak usahanya. “Menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi.”
Indo Bharat Pailitkan Sritex
Berhasil lolos dari gugatan perdata Sritex, Indo Bharat menggugat balik emiten tekstil itu terkait pembatalan putusan homologasi proposal perdamaian. Gugatan Indo Barat yang dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg registrasi pada tanggal 22 September 2024.
Poin gugatan Indo Barat adalah meminta majelis hakim untuk menyatakan bahwa Sritex dan tiga anak usahanya yakni PT Bitratex Industries, PT Sinar Pantja Djaja, dan PT Prima Yudha Mandiri Jaya, telah lalai memenuhi kewajibannya kepada Indo Bharat Rayon berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.
Oleh karena itu, mereka meminta majelis hakim untuk membatalkan homologasi proposal perdamaian dan menetapkan. Sritex beserta tiga anak usahanya dalam status pailit.
Pada tanggal 21 Oktober 2024, majelis hakim Pengadilan Niaga Semarang mengabulkan gugatan Indo Bharat. Sritex telah lalai memenuhi kewajiban, membatalkan proposal perdamaian, dan menyatakan Sritex beserta ketiga anak usahanya pailit. Status pailit itu diperkuat dengan putusan MA yang menolak permohonan kasasi Sritex pada 18 Desember 2024.
Bisnis.com masih berupaya menghubungi pihak Indo Bharat untuk mengonfirmasi kronologi sengketa dengan Sritex berdasarkan versi mereka sebagai penggugat.