Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan investor asing yang memasuki kawasan industri di Indonesia menuntut adanya digitalisasi dan komitmen terhadap keberlanjutan alias sustainability, terutama terkait pusat data atau data center.
Wakil Ketua Umum Apindo Sanny Iskandar menyebut bahwa investor global kini lebih memilih adanya penguatan digitalisasi dan keberlanjutan.
“Terkait dengan tuntutan dari investor, khususnya global multinasional companies yang memasuki ke kawasan-kawasan industri Indonesia, ini dua tuntutan, dua tren global saat ini yang terkait dengan digitalisasi dan sustainability sangat luar biasa sekali,” kata Sanny dalam konferensi pers Outlook Ekonomi 2025 di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/204).
Bahkan, Sanny menyebut pusat data sangat menuntut adanya dua hal ini di Indonesia.
“Dan sekarang ini banyak sekali memang industri-industri pusat data [data central] yang masuk sangat menuntut hal tersebut [digitalisasi dan sustainabilty],” ungkapnya.
Untuk itu, Apindo meminta agar pemerintah mendukung dan memperkuat digitalisasi serta keberlanjutan di Tanah Air untuk menarik investor asing.
“Tentunya dukungan pemerintah sangat dibutuhkan di dalam electric power supply, supply dari air bakunya dan segala macam,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Apindo 2023—2028 Shinta Widjaja Kamdani mengatakan bahwa sektor hijau memiliki potensi besar untuk mendorong transformasi ekonomi Indonesia. Sayangnya, sektor hijau masih menghadapi tantangan investasi yang rendah.
Shinta menuturkan, investasi energi baru terbarukan (EBT) hanya mencapai US$1,5 miliar pada 2023, atau turun 9,3% dibanding tahun sebelumnya.
Padahal, ungkap dia, transformasi hijau dapat meningkatkan PDB hingga Rp638 triliun pada 2030 dan diproyeksikan menciptakan 1,7 juta pekerjaan di sektor hijau pada 2045.
Di samping itu, dia juga menyebut isu keberlanjutan seperti pengembangan pasar karbon menjadi krusial untuk mendukung transisi net zero dengan menciptakan sumber pendanaan baru.
Dalam hal optimalisasi, Shinta menjelaskan perlu dukungan strategis dari pemerintah, mulai dari kompensasi biaya awal melalui insentif fiskal, kerja sama dengan lembaga keuangan untuk menyesuaikan tingkat suku bunga bagi proyek hijau, dan peningkatan alokasi dana pengembangan riset dan teknologi.
Selain itu, juga diperlukan pengembangan regulasi dan standar yang konsisten. Serta, penegakan hukum yang tegas untuk menciptakan kepastian hukum dalam mendorong implementasi ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Menurut Shinta, dukungan ini bakal mempercepat transisi ekonomi hijau sekaligus memastikan manfaatnya bagi perekonomian nasional.