TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Irlandia, Simon Harris, baru-baru ini mengumumkan akan menangkap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, jika berkunjung ke negaranya.
“Ya, tentu saja,” kata Simon Harris ketika menjawab pertanyaan apakah Irlandia akan melaksanakan perintah ICC untuk menangkap Netanyahu.
“Kami mendukung pengadilan internasional dan melaksanakan surat perintah penangkapan mereka,” katanya kepada Televisi Publik Irlandia (RTI).
Ia juga menolak tuduhan Israel, Irlandia memusuhi mereka.
“Saya menolak keras tuduhan bahwa Irlandia memusuhi Israel. Irlandia mendukung perdamaian, dan mendukung hak asasi manusia serta hukum internasional,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Irlandia mengatakan tindakan Irlandia yang membela Palestina dengan mendukung kasus genosida yang diajukan oleh Afrika Selatan terhadap Israel, bukanlah tindakan permusuhan terhadap Israel.
Sebelumnya, Israel tidak terima dengan sikap Irlandia dan mengancam akan menutup kedutaan besarnya di Dublin.
Menanggapi sikap Israel, Irlandia tidak berniat menarik kembali keputusannya untuk ikut serta dalam gugatan yang diajukan Afrika Selatan terhadap Israel.
Menteri Luar Negeri Irlandia, Micheál Martin, menyatakan kedutaan besar negaranya di Israel tidak akan ditutup setelah tindakan Israel.
“Kedutaan kami sedang melakukan pekerjaan penting, dan Irlandia akan terus menjaga hubungan diplomatiknya dengan Israel, yang mencakup hak untuk menyetujui dan tidak menyetujui poin-poin penting,” kata Micheál Martin, Rabu (18/12/2024).
Ia mengatakan dukungan terhadap dikeluarkannya surat perintah penangkapan oleh ICC terhadap Netanyahu tidak boleh dianggap sebagai tindakan permusuhan.
“Mengakui negara Palestina, seperti yang telah kami lakukan, bukanlah tindakan permusuhan,” kata Micheál Martin.
“Perilaku tentara Israel bertentangan dengan pedoman moral,” lanjutnya.
Ia menegaskan Irlandia telah meminta Israel untuk melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza.
“Sepanjang waktu, kami menyerukan kepada tentara Israel untuk melakukan gencatan senjata di Gaza, dan menghentikan kehancuran,” katanya.
“Saya yakin jika hal itu terjadi, dunia akan dikejutkan oleh kejadian tersebut. Kehancuran sudah terjadi (di Jalur Gaza), dan dia akan memahami perlunya perubahan radikal dalam situasi ini,” tegasnya.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 45.097 jiwa dan 107.244 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (18/12/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel