Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengungkap alasan utama Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada ribuan narapidana (napi) adalah kemanusiaan dan semangat rekonsiliasi.
“Terkait amnesti, salah satu yang menjadi pertimbangan adalah aspek kemanusiaan dan semangat rekonsiliasi. Presiden Prabowo memiliki perhatian pada aspek itu, tentu saja ini menjadi keputusan politik yang humanis berlandaskan HAM,” ujar Pigai dalam keterangannya, Senin (16/12/2024).
Pigai menyebutkan, warga binaan yang akan diberikan amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto adalah ditahan terkait politik, persoalan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pengidap penyakit berkepanjangan dan mengalami gangguan jiwa, mengidap HIV/AIDS yang perlu perawatan khusus, dan pengguna narkotika yang seharusnya dilakukan rehabilitasi.
Menurut Pigai, napi penghinaan kepala negara karena UU ITE sangat berkaitan dengan kebebasan berekpresi dan berpendapat. Hal tersebut berlaku untuk napi kasus Papua, orang yang sudah tua, dan anak-anak.
“Ini semua (napi yang diberi amnesti) sangat berkaitan dengan sisi-sisi kemanusiaan dan rekonsiliasi. Masalah dengan UU ITE itu HAM, napi yang sakit berkepanjangan itu juga HAM dan yang lain-lain. Artinya Bapak Presiden memberi perhatian pada aspek-aspek HAM dalam pengambilan keputusannya,” tandas Pigai.
Lebih lanjut, Pigai memastikan, Kementerian HAM akan memberikan perhatian khusus pada ribuan napi yang diberi amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto melalui program kesadaran HAM.
Presiden Prabowo Subianto bakal memberikan amnesti kepada napi tertentu dengan pertimbangan kemanusiaan, mengurangi kelebihan kapasitas lapas, dan mendorong rekonsiliasi di beberapa wilayah. Hal tersebut telah dibahas dalam rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, pada Jumat (13/12/2024).
Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) mencatat ada 44.000 narapidana yang berpotensi diusulkan untuk mendapat amnesti. Namun, terkait jumlah pastinya, masih dalam proses klasifikasi dan asesmen. Selanjutnya pemerintah akan meminta pertimbangan kepada DPR.