JAKARTA – Sebuah pertanyaan muncul di babak akhir perkara kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan tewasnya dua pengendara skuter listrik GrabWheels, Wisnu dan Ammar. Tentang kenapa DH yang telah jadi tersangka tak ditahan.
Sebelumnya, diisukan bahwa DH adalah anak seorang pejabat. Publik kemudian berkesimpulan, hal itu lah yang mendasari kenapa polisi tak menahan DH.
Belakangan, polisi memberi keterangan. Kasubdit Bin Gakkum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar mengatakan, polisi memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu di balik keputusan tak menahan DH.
Menurut Fahri, penyidik menilai DH tak akan melarikan diri atau pun menghilangkan barang bukti. “Jadi, itu pertimbangan dari penyidik,katanya, Kamis, 14 November.
“Sehingga saya garis bawahi, bahwa tidak dilakukan penahanannya itu dikarenakan penyidik punya pertimbangan-pertimbangan,” tambahnya.
Terkait dengan latar belakang DH yang konon adalah anak pejabat, Fahri tak berkomentar. Menurutnya, penelusuran latar belakang DH bukan ranah penyidik karena menyoal hal pribadi yang tak berkaitan dengan pokok perkara.
“Karena kalau penyidik lebih kepada hal-hal yang terkait masalah kronologis kejadian. Siapa orangtuanya, kan kita tidak memperdalami masalah itu. Yang kita dalami justru bagaimana kronologis kejadian itu terjadi,” kata Fahri.
Selain pertimbangan subjektif, Fahri mengatakan, keputusan tak menahan DH juga didasari pada hasil pemeriksaan. Selain tiga saksi yang berada di sekitar lokasi kecelakaan, pemeriksaan juga dilakukan terhadap empat rekan dari Ammar dan Wisnu, korban kecelakaan.
Isu tabrak lari
Terkait kesaksian yang menyebut DH sempat melarikan diri usai tabrakan, polisi membantah. Menurut Fahri, ada perbedaan persepsi yang ditangkap para saksi. Kata Fahri, DH tak melarikan diri. Namun, faktanya DH juga tak langsung berhenti saat kecelakaan terjadi.
Menurut Fahri, berdasar pemeriksaan terhadap DH, ia menjelaskan dalam berita acara pekeriksaan (BAP) bahwa mobilnya sempat melaju sepanjang seratus meter. Kepanikan membuatnya tak dapat menemukan pedal. “Tapi (DH) berhenti. Jadi, tepatnya di pintu 5 (Glora Bung Karno) berhenti,” katanya.
Ketika dibandingkan dengan kasus kecelakaan mobil yang menabrak apotek di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, di mana tersangka langsung ditahan, Fahri menegaskan hal tersebut sebagai kewenangan penyidik.
“Variasi perkaranya tentunya berbeda karena penyidik itu independen. Penyidik itu punya penilaian sendiri. Kalau yang kemarin, yang apotek Senopati kan ditangani Satwil Jakarta Selatan. Mungkin penyidik dari satwil Jakarta Selatan menilai bahwa memang perlu ditahan,” kata Fahri.
Kini, DH dikenai wajib lapor dua kali seminggu. “(Diberikan tindakan) Wajib lapor, kalau tidak dilakukan penahanan itu tetap dilakukan wajib lapor,” kata Fahri.