New York –
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan sebuah resolusi yang menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Jalur Gaza yang telah hancur. Resolusi ini dirilis pada Rabu (11/12).
Perang yang sedang berlangsung di kawasan tersebut telah berlangsung lebih dari satu tahun dan sejauh ini telah menewaskan lebih dari 44.000 orang, menurut para pejabat setempat.
Resolusi mendesak ‘gencatan senjata segera, tanpa syarat dan permanen’
158 anggota memberikan suara mendukung resolusi tersebut, sembilan memberikan suara menentang, dan 13 abstain.
Teks tersebut mendesak “gencatan senjata yang segera, tanpa syarat dan permanen,” serta “pembebasan semua sandera dengan segera dan tanpa syarat” – kata-kata yang mirip dengan teks yang diveto oleh Washington di Dewan Keamanan bulan lalu.
Majelis Umum juga menyetujui resolusi lain yang memberikan dukungan bagi badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), yang telah ditentang keras oleh Israel sejak dimulainya perang.
Resolusi tersebut mengecam undang-undang baru yang akan melarang operasi badan PBB tersebut di Israel mulai akhir Januari 2025. Resolusi tersebut menuntut Israel untuk menghormati mandat UNRWA dan “memungkinkan operasinya berjalan tanpa halangan atau pembatasan.”
Resolusi tersebut disahkan dengan 159 suara setuju. Amerika Serikat, Israel, dan tujuh negara lainnya memberikan suara menentang, sementara 11 negara lainnya abstain.
Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menggambarkan Gaza sebagai “luka yang terbuka dan menyakitkan bagi keluarga manusia.”
“Gaza sudah tidak ada lagi. Sudah hancur,” kata utusan PBB dari Slovenia, Samuel Zbogar.
“Sejarah adalah kritik paling keras terhadap kelambanan,” lanjutnya.
Wakil duta besar Aljazair untuk PBB, Nacim Gaouaoui, mengatakan: “Harga dari kebungkaman dan kegagalan dalam menghadapi tragedi Palestina adalah harga yang sangat mahal, dan akan lebih mahal lagi esok hari.”
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Resolusi gencatan senjata dianggap sebagai isyarat simbolis, karena ditolak oleh Amerika Serikat dan Israel. Selain itu, resolusi Majelis Umum juga tidak mengikat secara hukum.
Namun, bobot politis dari resolusi tersebut berasal dari cerminan opini global mengenai perang yang telah berlangsung selama 14 bulan tersebut. Israel melancarkan perang setelah kelompok militan yang dipimpin Hamas melancarkan serangan teror di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, di mana 1.200 orang terbunuh dan sekitar 250 orang disandera.
AS bersikeras untuk melakukan gencatan senjata dengan syarat pembebasan semua sandera di Gaza, dan mengatakan jika tidak, Hamas tidak memiliki insentif untuk membebaskan mereka yang masih ditahan.
Wakil Duta Besar AS Robert Wood mengatakan, akan “memalukan dan salah” untuk mengadopsi resolusi itu.
“Resolusi yang ada di hadapan majelis hari ini tidak masuk akal,” kata utusan Israel untuk PBB Danny Danon menjelang pemungutan suara.
“Pemungutan suara hari ini bukanlah pemungutan suara untuk belas kasihan. Ini adalah pemungutan suara untuk keterlibatan,” tambahnya.
mel/rs/as (Reuters, AP, AFP)
Tonton juga video: Perwakilan Palestina di PBB Kecam Pembersihan Etnis di Gaza: Pengungsi Dibakar!
(nvc/nvc)