JAKARTA – Kemarin malam, tawuran dua kelompok masyarakat terjadi di Manggarai, Jakarta Selatan. Arus lalu lintas di sana pun kacau. Tak hanya mobil dan motor yang tak bisa melintasi jalanan itu, jadwal perlintasan kereta juga berantakan. Seorang polisi pun jadi korban bacokan di punggung saat mencoba melerai tawuran.
Melansir Antara, Rabu 30 Oktober, Camat Tebet Dylan Airlangga menginventarisir sejumlah masalah yang ada di sana. Ada beberapa faktor yang dia anggap sebagai pemicu gampangnya tawuran terjadi di sana. Adalah karena banyak pemudia usia potensial yang putus sekolah, baik SMP atau SMA, atau karena faktor budaya yang diturunkan ‘abang-abangan’ ke generasai saat ini.
Banyaknya pemuda yang putus sekolah di sana, membuat mereka menganggur dan tak punya aktivitas produktif. Pekerjaan mereka pun jadinya serabutan. Ini yang membuat para pemuda mengaktualisasikan diri lewat media sosial. Saling ejek di media sosial jadi serius di kehidupan sosial. Mereka terprovokasi dan tawuran terjadi.
“Di media sosial mereka saling sahut-sahutan dan menentukan waktu untuk tawuran, biasanya diawali dengan membakar petasan dua kali itu tanda untuk main (tawuran), biasanya seperti itu,” kata Dyan.
Asumsinya diperkuat dari kejadian tawuran Manggarai bulan September 2019 lalu, sekitar 200-300 pelaku tawuran yang ada di Manggarai adalah remaja usia produktif antara 15 sampai 25 tahun yang tidak memiliki keahlian dan putus sekolah.
Dylan mengklaim sudah menggelar sejumlah program agar para pemuda potensial yang nganggur ini diberikan pelatihan kerja. Program ini bekerja sama dengan Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan dan Dinas Tenaga Kerja Pemprov DKI Jakarta secara gratis.
Selain mengikuti pelatihan, upaya lain adalah menyalurkan para remaja yang tidak memiliki keahlian tersebut sebagai tenaga kontrak Pemprov DKI Jakarta seperti Petugas Penanganan Prasaran dan Sarana Umum (PPSU) atau tenaga di Bina Marga Sumber Daya Air dan Kehutanan.
“Nah kita coba salurkan ke sana jadi mereka ada aktivitas,” katanya sambil mengatakan program ini hanya mampu menyalurkan 5 sampai 10 orang saja.
Sementara, langkah berbeda dilakukan oleh polisi untuk mengurai tawuran di Manggarai. Malam ini, Polres Metro Jakarta Selatan akan mengadakan potong tumpeng sebagai langkah preventif untuk mendamaikan dua kelompok warga yang bertikai dan mencegah tawuran Manggarai berulang terus menerus.
“Potong tumpeng, berdoa, makan bersama dan membuat pernyataan sepakat untuk berdamai,” kata Kapolres Jakarta Selatan Kombes Bastoni Purnama.
Acara ini sekaligus puncak kesepakatan antara kedua belah pihak yang ingin berdamai dan mengamankan warga di wilayahnya masing-masing. Kesepakatan itu diperoleh dari hasil musyawarah yang dilakukan antara Muspika pascatawuran di Posko Terminal Manggarai. Musyawarah tersebut dipimpin oleh Kapolres Metro Jakarta Selatan, diikuti oleh Polsek Tebet, Polsek Menteng, Camat Tebet, para lurah dan perwakilan warga.
Sementara, dia menyatakan, polisi juga sedang mencari pelaku tawuran untuk dimintai pertanggungjawabannya, sambil menambahkan aparat wilayah sudah bersepakat untuk menyelesaikan perselisihan agar tawuran tidak terjadi terus menerus.
“Tawuran itu hal yang memperburuk citra warga Meteng Tenggulun dan Manggarai, 2019 ini harus selesai, clear,” kata Bastoni.
Bulan lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) akan mendalami kemungkinan keterkaitan kasus narkoba dengan tawuran yang terjadi berkali-kali di wilayah Manggarai dan sekitarnya ini. Sebab, patut diduga aksi tawuran hanya dijadikan pengalihan ketika adanya proses transasksi narkoba.
“Apakah kasus perkelahian di Jakarta dengan motif mengelabui agar barang masuk ke kampung? Tentu saja BNN perlu lihat dasar dari itu, apakah ada penelitian atau tidak, kita sedang dalami,” tambah Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Utama BNN Kombes Pol Sulistyo Pudjo.
Yang jelas, menurut Sulistyo, ada ikatan khusus antara narkoba dan tawuran. Sulistyo bilang, dalam banyak temuan, narkoba kerap dikonsumsi para pelaku tawuran sebagai pengalih logika serta meningkatkan keberanian mereka menghadapi lawan.
Selain sebagai ‘dopping nyali’, beberapa jenis narkoba bersifat analgesik kerap disalahgunakan pelaku tawuran sebagai penghilang rasa sakit. “Narkoba dengan kandungan analgesik itu bisa berwujud sintetis maupun nonsintetis,” kata Sulistyo.