Yogyakarta –
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) buka suara terkait proses merger operator seluler Smartfren dan XL Axiata yang dalam waktu dekat ini diumumkan ke publik. Namun belakangan penggabungan kedua perusahaan itu menimbulkan kehebohan di industri telekomunikasi dengan mundurnya Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini dan cuti massal pegawainya.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan pada dasarnya pemerintah mendukung adanya konsolidasi yang terjadi di industri telekomunikasi, seperti yang sedang dilakukan antara Smartfren dan XL Axiata.
“Ya (mendukung) kalau itu sesuai mekanisme pasar ataupun kebutuhan pasar. Supaya lebih sehat persaingan bisnisnya,” ujar Nezar kepada awak media di Yogyakarta, Selasa malam (10/12/2024).
“Kita tahu kan, industri telco ini makin saturated, makin jenuh ruang pertumbuhannya juga makin kecil. Jadi, saya kira tindakan merger itu satu keniscayaan,” sambungnya.
Wamenkomdigi mengaku saat ini Komdigi belum menerima permintaan ‘restu’ merger operator seluler Smartfren dan XL Axiata tersebut.
“Belum ada sih, kan kita menunggu proses secara bisnisnya mereka selesaikan itu iya karena kalau di Komdigi itu lebih kepada pengaturan. Misalnya, entitas perusahaannya sebagai perusahaan telco, terutama terkait dengan Undang-Undang Telekomunikasi dan lain-lain,” tuturnya.
Adapun terkait konflik internal yang terjadi di XL Axiata, mulai dari mundurnya pemimpin perusahaan sampai Serikat Pekerja XL (SPXL) melakukan cuti massal karena menilai tidak ada transparansi oleh induk perusahaan terkait penggabungan dengan Smartfren, Nezar mengatakan pemerintah tidak bisa mengintervensi karena itu ranah perusahaan.
“Kalau itu kan persoalan lingkungan perusahaan ya, jadi bukan di Komdigi,” ungkap dia.
Diberitakan sebelumnya, Seperti diketahui, para pemegang saham Smartfren dan XL Axiata, yakni PT Wahana Inti Nusantara, PT Global Nusa Data dan PT Bali Media Telekomunikasi (Sinar Mas) dan Axiata Group Berhad (Axiata), sepakat untuk memasuki babak baru rencana penggabungan kedua anak perusahaannya.
Adapun kedua para pemegang saham Smartfren dan XL Axiata itu sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang bersifat tidak mengikat, pada Rabu (15/5). Proses penjajakan tersebut digadang-gadang akan menemukan hasilnya di akhir tahun 2024. Jika merger XL Axiata dan Smartfren terwujud, maka jumlah operator seluler di Indonesia tinggal menyisakan tiga perusahaan.
Kabar terakhir dari proses ini adalah Rabu, 24 Oktober 2024 yang lalu. Saat itu, Presiden Direktur & CEO XL Axiata, Dian Siswarini di Sleman, DI Yogyakarta mengatakan proses due diligence untuk rencana merger XL Axiata-Smartfren akan berakhir. Proses merger diharapkan bisa rampung di akhir 2024 asalkan Komdigi dan OJK merespons cepat. Kedua pihak ingin merger bisa segera terlaksana. Bola nanti selanjutnya di tangan pemerintah.
“Bahwa memang target penyelesaiannya akhir tahun ini ya. Tapi kembali lagi bahwa closing dari merger ini sangat ditentukan oleh approval dari 2 institusi yang paling mempengaruhi dari Kementerian Komdigi dan dari OJK,” kata Dian. Namun sebelum merger XL Axiata dan Smartfren terjadi, Dian Siswarini mundur.
Bahkan, Serikat Pekerja XL melakukan cuti massal secara nasional pada Jumat (6/12/2024) sebagai bentuk tuntutan mereka terhadap induk perusahaan, Axiata, agar proses merger tersebut berjalan transparansi. Begitu juga nasib para pegawai XL Axiata ke depannya jika penggabungan terjadi.
(agt/agt)