Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

MKD Diminta Beri Publik Akses Data Kehadiran Anggota DPR

MKD Diminta Beri Publik Akses Data Kehadiran Anggota DPR

Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diminta untuk memberikan akses kepada publik untuk mengetahui data kehadiran anggota DPR.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, dengan akses tersebut, publik bisa mengetahui nama-nama legislator yang sering absen ketika rapat komisi maupun rapat paripurna maupun legislator yang rajin bekerja di Senayan.

“Publik juga bisa tahu apakah pengambilan keputusan atau terlaksananya sebuah rapat didasarkan pada hitung-hitungan kuorum yang berlaku atau tidak,” katanya di kantor Formappi, Jakarta, Minggu (8/12/2024).

Merujuk pada hasil penelitian Formappi, menurut Lucius semangat anggota DPR mengikuti rapat-rapat pada berbagai alat kelengkapan terlihat cukup tinggi. Rata-rata tingkat kehadiran anggota pada rapat komisi paling tinggi mencapai 77%.

Namun, dia menyayangkan data kehadiran anggota DPR pada rapat-rapat tidak semuanya disebutkan pimpinan rapat. Ada begitu banyak rapat yang diadakan komisi-komisi, tetapi pemimpin rapat tak menyebutkan jumlah anggota yang hadir.

Padahal, kata Lucius, data kehadiran anggota DPR merupakan sesuatu yang mutlak untuk diungkap. Alasannya, penentuan kuorum rapat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang  Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dan Tata Tertib DPR, tak bisa dipastikan tanpa mengetahui jumlah anggota yang hadir.

“Mengabaikan urusan kehadiran anggota sebagai basis penentuan kuorum bisa menjadi pintu masuk bagi pengambilan keputusan yang cacat secara prosedural,” tegas dia.

Lucius menambahkan, sejauh ini urusan kehadiran anggota DPR dalam berbagai rapat belum dianggap serius MKD. Padahal, MKD adalah satu-satunya alat kelengkapan DPR yang ditugaskan undang-undang dan tata tertib untuk memberikan sanksi kepada anggota DPR yang sering absen.

“Mahkamah Kehormatan Dewan bahkan tidak pernah punya inisiatif untuk menjadikan informasi atau data kehadiran anggota DPR menjadi informasi yang bebas diakses publik,” pungkasnya.