Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Tidak hanya Fisik, Anemia Bisa Ganggu Kesehatan Mental – Halaman all

Tidak hanya Fisik, Anemia Bisa Ganggu Kesehatan Mental – Halaman all

Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 memaparkan wanita usia remaja (15-24 tahun) memiliki prevalensi anemia atau kurang darah sebesar 15,5 persen  sedangkan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1?ri tahun 2022.

Titik awal pencegahan stunting dapat dimulai sejak remaja, di mana para remaja nantinya melanjutkan dan melahirkan generasi maju yang sehat, unggul, dan berkarakter sehingga menurunkan prevalensi anemia menjadi penting. 

Praktisi kesehatan, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi mengatakan, berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan, anemia bukan saja keadaan kurang darah tapi berdampak pada siklus hidup, termasuk siklus hidup remaja. 

“Anemia dapat menurunkan imunitas, yang membuat gampang terkena infeksi, kondisi ini juga berdampak pada kemampuan aktivitas fisik dan performa yang menurun,” kata dr Ray saat disela-sela pelaksanaan program Generasi Sehat Indonesia (GESID) di Jakarta belum lama ini.

Program GESID yang menyasar remaja dan mengintegrasikan berbagai elemen sebagai langkah pencegahan anemia dan stunting dalam upaya mencapai gagasan Generasi Emas Indonesia 2045. 

Aanemia,  kata Medical and Science Director Danone Indonesia ini  tidak hanya berdampak pada kesehatan secara fisik melainkan juga bisa berdampak pada kesehatan mental.

“Kurangnya zat besi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anemia defisiensi besi dan perlu diingat, bahwa hormon kebahagiaan atau dopamine dapat diproduksi jika zat besinya cukup,” kata Ray.

Jika dopaminenya tidak diproduksi, kata dr Ray maka dapat terjadi kecemasan, mudah mengantuk, suka marah atau emotionally unstable yang merupakan gangguan mental.

Dalam kesempatan sama, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Nopian Andusti mengatakan, permasalahan stunting akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan mencegahnya, dibutuhkan kolaborasi antar pihak.

“Stunting mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, di mana stunting mempengaruhi kemampuan kognitif juga dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular,” katanya.

Sementara itu, kata dia periode remaja jadi salah satu periode paling kritis dalam perkembangan manusia dan status kesehatannya akan berdampak pada tahapan fase kehidupan berikutnya, termasuk paska saat menikah, hamil dan melahirkan.

“Percepatan penurunan stunting jadi salah satu prioritas pembangunan sehingga, kita perlu terus berkolaborasi untuk mengatasi permasalahan ini, termasuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman para remaja, anak-anak kita, tentang pentingnya pemenuhan gizi seimbang,” katanya.

Saat ini, kata Nopian ada 4 provinsi binaan program GESID yang termasuk dalam 12 provinsi prioritas pencegahan stunting yang dikembangkan BKKBN.

Sementara Lead Kemitraan PDM.11 Gerakan Sekolah Sehat, Direktorat Jenderal PAUD Dikdasmen, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RepubIik Indonesia, Catur Budi Santosa mengapresiasi inisiatif dan dukungan Danone Indonesia dalam program pemerintah mencegah permasalahan anemia dan stunting. 

“Salah satu upaya yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah status kesehatan peserta didik,” katanya. 

Sejak tahun 2021 hingga 2024, program GESID berhasil menyasar 613 SMP dan SMA, 6.133 duta GESID, lebih dari 70.000 siswa/i, serta menjangkau amplifikasi digital dan social media  lebih dari 3 juta.