Jakarta –
Otoritas Singapura menghukum gantung seorang pria Singapura-Iran berusia 35 tahun atas kasus perdagangan narkoba. Ini merupakan eksekusi mati keempat dalam waktu kurang dari sebulan, meskipun Teheran telah meminta agar hukuman mati itu “ditinjau ulang”.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan hukuman mati tidak memiliki efek jera yang terbukti, dan telah menyerukan agar hukuman itu dihapuskan. Namun, para pejabat Singapura bersikeras bahwa hukuman mati telah membantu menjadikan negara itu salah satu negara teraman di Asia.
Dilansir kantor berita AFP, Jumat (29/11/2024), Masoud Rahimi Mehrzad, warga negara Singapura yang lahir di negara-kota itu dari seorang ibu warga Singapura dan ayah warga Iran, dihukum mati pada tahun 2013 atas kasus perdagangan narkoba.
Upaya banding terhadap hukuman dan vonisnya, serta petisi grasi dari presiden, telah ditolak. Setelah diberi tahu tentang hukuman gantungnya yang akan dilaksanakan, Masoud mengajukan banding pada menit-menit terakhir untuk menunda eksekusinya. Namun ditolak oleh Pengadilan Banding pada hari Kamis (28/11).
Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araghchi, yang menyebutnya sebagai “warga negara Iran”, juga telah mengimbau Menlu Singapura Vivian Balakrishnan pada hari Kamis, untuk membatalkan eksekusi mati tersebut.
“Araghchi menyatakan rasa hormat Iran terhadap kerangka hukum Singapura, tetapi mengimbau otoritas Singapura untuk mempertimbangkan kembali eksekusi Masoud Rahimi, dengan menekankan pertimbangan kemanusiaan,” kata Kementerian Luar Negeri Iran di dalam postingan di media sosial X.
Namun, Biro Narkotika Pusat Singapura (CNB) mengumumkan “hukuman mati yang dijatuhkan kepada Masoud Rahimi bin Mehrzad… dilaksanakan pada tanggal 29 November 2024”.