Presiden kelima RI itu pun mengingatkan, demokrasi kini terancam mati akibat kekuatan yang menghalalkan segala cara. Kekuatan ini mampu menggunakan sumber daya dan alat-alat negara.
“Hal ini nampak di beberapa wilayah yang saya amati terus menerus seperti Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, hingga Sulawesi Utara dan berbagai provinsi lainnya,” tutur Megawati.
“Di Jawa Tengah misalnya, saya mendapatkan laporan betapa masifnya penggunaan penjabat kepala daerah, hingga mutasi aparatur kepolisian demi tujuan politik elektoral,” sambungnya.
Megawati menegaskan ini tidak boleh dibiarkan lagi, mengingat, Mahkamah Konstitusi telah mengambil keputusan penting bahwa aparatur negara yang tidak netral bisa dipidanakan.
“Saya mengenal baik Jawa Tengah dengan baik. Saya terpilih sebagai anggota DPR RI tiga kali. Jawa Tengah bukan hanya ‘kandang banteng’, namun menjadi tempat persemaian gagasan nasionalisme dan patriotisme,” ucap dia.
“Saya melihat energi pergerakan rakyat, simpatisan, dan kader yang militan dan seharusnya tidak akan terkalahkan jika pilkada dilakukan secara fair, jujur, dan berkeadilan,” sambung Megawati.
Namun, lanjut dia, dalam situasi ketika segala sesuatu bisa dimobilisasi oleh kekuasaan, maka yang terjadi adalah pembungkaman.
“Apa yang terjadi saat ini sudah diluar batas-batas kepatutan etika, moral, dan hati nurani,” kata Mgeawati.