Jakarta –
Pihak pengelola pusat belanja mengungkap tiga hal yang dirasa perlu dipertimbangkan ulang mengenai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025. Ketiga hal ini dinilai memperlambat pertumbuhan di sektor ritel, bahkan menggerus daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, merincikan alasan utama pemerintah perlu menunda kenaikan PPN menjadi 12%.Pertama, kenaikan PPN akan berdampak pada naiknya harga barang.
“Kenaikan tarif PPN ini pasti akan menaikkan harga barang, harga produk. Di mana pada saat ini masyarakat kelas menengah bawah daya belinya lagi turun. Ya, tentunya ini akan makin mempersulit masyarakat yang kelas menengah bawah,” terang Alphonzus ketika ditemui dalam acara Klingking Fun, Jakarta, Rabu (27/11/2024).
Alphonzus melanjutkan, alasankeduadari perlunya menunda kenaikan PPN lantaran dirinya bilang bahwa sebetulnya tarif PPN di Tanah Air tidak terlalu rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. “Jadi, saya kira tidak ada alasanemergencyataupun mendesak untuk menaikkan tarif PPN.”
Ketiga, Alphonzus menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi ataupun transaksi, khususnya di sektor ritel, saat ini masih belum maksimal. Ia bilang alangkah baiknya pertumbuhan di sektor ritel dimaksimalkan terlebih dahulu, setelah itu diikuti dengan kenaikan tarif PPN.
“Pertumbuhan ekonomi ataupun transaksi khususnya di ritel ini belum maksimal. Jadi sebaiknya dimaksimalkan dulu, barulah tarifnya dinaikkan. Jangan sebaliknya. Kalau sebaliknya, tentu akan menghambat pertumbuhan perdagangan.Timing-nya kurang pas, kurang cocok. Memang betul pemerintah perlu penambahan penerimaan negara. Tapi saya kira bukan saatnya sekarang. Sebaiknya ditunda,” tambah Alphonzus.
Jika pemerintah memutuskan ketok palu menaikkan PPN menjadi 12%, Alphonzus bilang akan berdampak pada merosotnya pertumbuhan sektor ini. Ia memprediksi pertumbuhan di sektor ritel hanya berkisar di single digit yakni di bawah 10%.
“Kemungkinan akan tetap bertumbuh tetapi tidak akan signifikan. Apalagi sekarang begini, upah minimum provinsi (UMP) mau naik. Memang sudah rutin setiap tahun. Di tengah daya beli masyarakat yang sudah menurun daya belinya, UMP akan menolong daya beli masyarakat. Tetapi nanti akan percuma kalau ditambah PPN juga. Jadi akhirnya kenaikan UMP itu tidak akan efektif,” paparnya.
(acd/acd)