Bisnis.com, JAKARTA – PT Arsari Tambang, anak usaha Arsari Group milik pengusaha sekaligus adik Presiden Prabowo Subianto yakni Hashim Djojohadikusumo, akan mengakuisisi 10% saham PT Tambang Mas Sangihe.
Induk usaha Tambang Mas Sangihe (TMS), Baru Gold Corp. menyatakan bahwa perseroan telah menandatangani non-binding letter of intent dengan PT Arsari Tambang untuk menjadi mitra ekuitas dan investor strategis.
“Berdasarkan uji tuntas, PT Arsari Tambang akan mengakuisisi 10% saham ekuitas di PT TMS dari pemegang saham existing PT TMS, sebuah perusahaan swasta Indonesia. Perusahaan swasta tersebut akan tetap menjadi pemegang saham PT TMS,” demikian pernyataan resmi Baru Gold.
Adapun, kepemilikan saham Baru Gold sebesar 70% di PT TMS tidak berubah dan kepemilikan 10% tersebut tidak bersifat dilutif bagi pemegang saham Baru Gold.
PT TMS memberikan PT Arsari Tambang opsi untuk meningkatkan kepemilikan 15% dalam 5 tahun mendatang. Jika opsi ini diambil, kepemilikan Baru Gold di PT TMS akan berkurang dari 70% menjadi 59,5%.
Seiring aksi korporasi ini, Hashim Djojohadikusumo akan didapuk menjadi presiden komisaris PT TMS.
Profil Tambang Mas Sangihe
Berdasarkan catatan Bisnis, TMS telah mendapatkan izin operasi produksi dalam bentuk kontrak karya (KK) dari menteri ESDM dengan nomor Surat Keputusan SK 163.K/MB.04/DJB/2021.
Dalam SK tersebut TMS mendapatkan izin operasi selama 33 tahun yang mulai berlaku sejak 29 Januari 2021 hingga 28 Januari 2054. Perusahaan juga mengoperasikan lahan pertambangan emas seluas 42.000 hektare.
Berdasarkan data Baru Gold, tambang PT TMS memiliki potensi emas yang cukup besar, yakni lebih dari 1 juta ounce sumber daya emas yang teridentifikasi, terdiri atas sumber daya mineral tereka sebesar 1.022.987 ounce emas dan 114.700 ounce emas yang terindikasi. Potensi ini terletak di Bawone dan Binebase, Pulau Sangihe, Sulawesi Utara.
Perusahaan yang beralamat di Gedung Noble House Lantai 30. Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Kav.E4.2 No.2 Kuningan Timur Setiabudi, Jakarta Selatan, dipimpin oleh Terrence Kirk Filbert sebagai direktur utama.
Sementara itu, bila melihat dari sisi kepemilikan saham, Baru Gold Corp., perusahaan asal Kanada, mengenggam 70% saham PT TMS.
Adapun, 30% saham sisanya dipegang oleh tiga perusahan Indonesia, yakni PT Sungai Belayan Sejati (10%), PT Sangihe Prima Mineral (11%), dan PT Sangihe Pratama Mineral (9%).
Dalam perjalanannya, kehadiran operasi Tambang Mas Sangihe mendapat penolakan dari warga Sangihe pada 2020. PT TMS kemudian memenangkan gugatan terhadap warga dalam kasus sengketa perizinan tersebut.
Namun, seiring berjalannya rangkaian persidangan, warga Pulau Sangihe berhasil menghentikan rencana operasi penambangan emas oleh PT TMS. Keberhasilan warga itu bermula dari putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi menteri ESDM.
Putusan MA kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian ESDM dengan mencabut izin operasi perusahaan pada 8 September 2023. Namun demikian, pihak PT TMS mengeklaim perusahaan masih memegang izin yang sah yakni berupa kontrak karya.
Tambang Mas Sangihe merupakan perusahaan pemegang kontrak karya generasi 6 dan telah melakukan eksplorasi sejak 1997. Pada 15 Oktober 2019, perusahaan ini telah memperoleh persetujuan tekno-ekonomi atas dokumen studi kelayakan dari Ditjen Minerba.
Berdasarkan persetujuan tekno-ekonomi dan persetujuan lingkungan dari Pemprov Sulut, PT TMS telah meningkatkan tahap menjadi tahap operasi produksi pada 29 Januari 2021.
Adapun, pencabutan izin operasi PT TMS tertuang pada Keputusan Menteri ESDM No.13.K/MB.04/DJB.M/2023. Surat Keputusan (SK) Menteri itu diterbitkan sekitar delapan bulan setelah putusan Mahkamah Agung (MA) No.650 K/TUN/2022 pada 12 Januari 2023.
Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht itu pada pokoknya menolak permohonan kasasi menteri ESDM dan PT TMS terkait tindak lanjut izin operasi perusahaan tersebut.
Alhasil, berdasarkan SK Menteri ESDM tersebut, PT TMS dilarang untuk melaksanakan kegiatan operasi produksi yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, dan/atau pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
“PT Tambang Mas Sangihe wajib melaksanakan seluruh kewajiban yang belum diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat Keputusan Menteri ini ditetapkan,” demikian bunyi SK Menteri itu.
Namun demikian, informasi yang dihimpun Bisnis mengungkap bahwa SK Menteri tersebut hanya mencabut izin operasi dari PT TMS. Sementara itu, kontrak karya dari perusahaan tersebut masih berlaku sehingga perusahaan masih bisa mengajukan kembali izin yang sempat dicabut ke Kementerian ESDM.
Sebelumnya, Senior In-House Legal Counsel PT TMS Rico Pandeirot menjelaskan bahwa PT TMS masih merupakan pemegang kontrak karya (KK) dengan pemerintah. Adapun putusan MA yang memenangkan warga Sangihe pada awal tahun lalu itu, lanjutnya, hanya membatalkan Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi atau salah satu tahapan dalam kontrak.
“Jadi kami masih memegang izin yang sah karena bukan kontrak yang dibatalkan,” tuturnya.