Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melaporkan penemuan 55 produk kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya dan terlarang berdasarkan hasil sampling dan pengujian produk di pasar domestik periode November 2023-Oktober 2024.
Hasil penemuan tersebut terdiri atas 35 produk kosmetik yang dibuat berdasarkan kontrak produksi, 6 produk kosmetik yang diproduksi dan diedarkan oleh industri kosmetik, dan 14 produk kosmetik impor.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengatakan, pihaknya telah mencabut izin edar produk yang terbukti mengandung bahan berbahaya serta melakukan penghentian sementara kegiatan (PSK), meliputi penghentian kegiatan produksi, peredaran, dan importasi.
“Selain itu, BPOM melalui 76 unit pelaksana teknis (UPT) di seluruh Indonesia telah melakukan penertiban ke fasilitas produksi, distribusi, dan media online,” kata Taruna dalam keterangan resminya, Kamis (28/11/2024).
Dari hasil sampling dan pengujian produk kosmetik tersebut ditemukan positif mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya merkuri, asam retinoat, hidrokinon, pewarna merah K3, pewarna merah K10, pewarna acid orange 7, dan timbal.
Penggunaan kosmetik yang mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen. Padahal, BPOM telah mengeluarkan ketentuan cara pembuatan kosmetik yang baik (CPKB) untuk dipatuhi.
“BPOM juga melakukan penelusuran terhadap kegiatan produksi, distribusi, dan promosi kosmetik yang mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya, khususnya kosmetik yang diproduksi oleh yang tidak berhak,” tuturnya.
Di sisi lain, pihaknya juga telah melakukan pengawasan di media online untuk mencegah praktik peredaran kosmetik ilegal. Hasil pengawasan ini dibuktikan dengan temuan kosmetik mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya yang sebagian besar didistribusikan secara online.
Pada periode pengawasan ini, sebanyak 53.688 tautan kosmetik ilegal telah direkomendasikan ke Kementerian Komunikasi dan Digital dan Indonesian E-commerce Association (idEA) untuk dilakukan penurunan konten/takedown.
“Jika ditemukan indikasi pidana, maka akan dilakukan proses pro-justitia oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM,” ujarnya.
Dia menegaskan, pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana.
Pelaku pelanggaran akan dikenakan ketentuan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.
BPOM kembali mengimbau tegas kepada para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Saya tegaskan kepada para pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor, dan mengedarkan kosmetik mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya agar segera melakukan penarikan produk dari peredaran dan dimusnahkan. Penarikan produk ini wajib dilaporkan hasilnya oleh pelaku usaha kepada BPOM,” tuturnya.