Jakarta –
CEO Tesla Elon Musk mengkritik jet tempur siluman F-35 yang menurutnya mahal dan tidak efisien, serta lebih memilih drone tempur. Akan tetapi banyak yang tak sepakat dengannya.
Dalam serangkaian unggahan media sosial di X, ia menyebut terus dibuatnya F-35 adalah bodoh dan mengkritik desainnya. Menurutnya, jet yang dipiloti manusia sudah ketinggalan zaman dan hanya akan membuat pilot terbunuh.
Dalam perang antara Rusia dan Ukraina, drone memang makin penting fungsinya. Namun pakar menilai bahwa sejauh ini, drone bukanlah pengganti jet tempur yang sepadan.
Drone kecil dan murah memang menyediakan opsi baru untuk pengintaian taktis, manuver dan serangan. Namun untuk situasi di mana pertempuran udara dan laut di wilayah yang luas, misalnya di wilayah Indo-Pasifik yang menjadi prioritas militer AS, drone ini terlalu lambat dengan muatan dan jangkauan tidak memadai.
“Sebagian besar drone yang diinvestasikan Pentagon tidak sekuat pesawat berawak,” kata Stacie Pettyjohn, direktur Program Pertahanan di Center for a New American Security yang dikutip detikINET dari AOL.
“Drone tidak memiliki jangkauan, kemampuan bertahan hidup, dan kapasitas muatan seperti jet berawak yang lebih besar dan lebih mahal. Drone ini, khususnya, tidak akan dapat menggantikan kemampuan yang disediakan oleh pesawat berawak seperti F-35 atau pembom B-2,” paparnya.
Di wilayah seperti Indo-Pasifik, AS juga membutuhkan platform yang cepat dan lincah untuk membawa sensor canggih dan persenjataan jarak jauh melintasi jarak yang jauh dan melalui wilayah udara yang diperebutkan.
“Itu bukan sesuatu yang dapat dilakukan oleh UAV kecil,” kata Justin Bronk, analis dari Royal United Services Institute.
Jet siluman generasi kelima seperti F-35 bukan hanya pesawat militer AS tapi juga digunakan oleh negara-negara di seluruh dunia. Itu karena F-35 bukan hanya jet tempur tetapi juga pesawat pembom, pesawat perang elektronik, alat pengintaian, platform manajemen pertempuran, dan sarana komunikasi utama.
Pesawat nirawak belum dapat menandingi kemampuan itu. “Teknologi itu sama sekali tidak ada (di drone),” kata Mark Gunzinger, seorang pensiunan pilot Angkatan Udara AS dan direktur Future Concepts and Capability Assessments di Mitchell Institute for Aerospace Studies.
(fyk/fyk)