GELORA.CO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penyambung Titipan Rakyat (Petir) Jawa Tengah berencana akan bentuk tim pencari fakta soal kasus penembakan siswa SMK di Semarang, Jawa Tengah.
Pembentukan tim tersebut merupakan respons dari ketidakpuasan masyarakat terhadap jawaban dari Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar yang menyatakan tiga siswa SMK yang ditembak tersebut melawan dan membawa senjata tajam.
“Alasan itu digunakan polisi untuk mengambil tindakan tegas sampai ada korban meninggal dunia,” kata Ketua LBH Petir Jateng, Zainal Abidin.
Polisi yang seakan menutup-nutupi kasus ini juga jadi pemicu dibentuknya tim pancari fakta.
“Saya punya penilaian seperti itu (terkesan menutupi) padahal saya hanya mau melakukan pendampingan dan investigasi supaya kasus ini terang,” katanya, dikutip dari TribunJateng.com.
Zainal juga sudah melakukan penelusuran dan meminta keterangan dari guru dan teman korban bahwa tak ada catatan kenalakan dari korban selama bersekolah.
Koordinator Bimbingan Konseling (BK) di sekolah korban juga menyatakan tak ada catatan pelanggaran kenakalan dari ketiga korban.
“Teman-teman satu paskibra juga menilai baik. Teman satu kelas menyatakan hal serupa.”
“Akhirnya tudingan korban adalah gangster sangat membuat mereka kaget,” bebernya.
Zainal juga saat ini mengaku kesulitan untuk memberikan bantuan hukum kepada para korban.
Keluarga Korban Bungkam
Terbaru ini, tiga keluarga korban penembakan pilih bungkam.
Seperti keluarga korban tewas, GRO (17).
Ketika didatangi TribunJateng.com untuk melakukan konfirmasi pada Senin (25/11/2024) lalu, mereka menutup diri dengan alasan masih berkabung.
Mereka akan memberikan keterangan selepas berduka.
Kemudian, rumah dua korban selamat, AD (17) dan SA (16) juga turut didatangi.
Saat didatangi, keluarga SA enggan menemui dengan alasan masih trauma berat soal kasus ini.
“SA ini jarang keluar malam. Makanya kami kaget dengan adanya kasus ini,” kata ketua RT 4 RW 2 kelurahan Tugu, Aris Widarto.
Sementara itu, AD yang tinggal bersama neneknya juga bersikap sama.
Nenek korban juga menolak untuk diwawancarai.
Ketua RT setempat, Wakimin menuturkan, AD disebut sebagai anak yang baik.
“AD ini anak baik. Jadi kami kaget adanya kejadian ini,” tutur Ketua RT 6 RW 5 Ngaliyan, M Wakimin.
Tertutupnya para keluarga korban ini membuat sejumlah pihak kesulitan memberikan bantuan, terlebih dalam bidang hukum.
Satu di antaranya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penyambung Titipan Rakyat (Petir) Jawa Tengah, Zainal Abidin.
“Kami mau membantu tapi para keluarga korban belum membuka diri,” ujar Ketua LBH Petir Jateng, Zainal Abidin.
Ia juga menuturkan, kasus ini seperti ditutup-tutupi.
“Saya punya penilaian seperti itu (terkesan menutupi) padahal saya hanya mau melakukan pendampingan dan investigasi supaya kasus ini terang,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur LBH Semarang, Syamsuddin Arief menyebut polisi melakukan rekayasa.
Ia mengatakan kasus ini merupakan kasus extra judicial killing atau pembunuhan di luar hukum.
“Betul, polisi melakukan rekayasa dan kronologi yang kemudian seolah-olah extra judicial killing yang kemudian dibenarkan padahal tidak boleh polisi serta merta melakukan penembakan,” ujarnya, dikutip dari TribunJateng.com.
Menurutnya, polisi diduga melakukan rekayasa kasus pembunuhan korban.
Korban yang tidak memiliki catatan kriminal maupun catatan kenalakan di sekolah tiba-tiba dituding sebagai anggota gangster yang gemar tawuran dengan membawa sajam.
“Kasus diarahkan ke tawuran tentu ini sebagai cuci tangan polisi yang kemudian mengangkat bahwa ini kasus gangster yang meresahkan di Semarang,” lanjutnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto membantah bahwa pihak kepolisian melakukan rekayasa.
“Tidak,” kata Artanto.