Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) menyoroti perlunya model keserentakan dan sistem pemilihan umum (pemilu) yang tepat untuk meningkatkan kualitas pemilu di Indonesia.
“Salah satu pintu masuk dalam melakukan penataan pemilu harus dimulai melalui pemilihan model keserentakan dan sistem pemilu yang tepat, relevan, dan kontekstual untuk Indonesia,” ujar Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian PPN/Bappenas Nuzula Anggeraini dalam “Seminar Nasional Mewujudkan Sistem Pemilu Yang Inovatif, Berintegritas, Aspiratif, dan Efisien”, di Jakarta, Rabu.
Nuzula menjelaskan bahwa sistem pemilu memiliki tujuh variabel teknis yang membentuknya. Ketujuh variabel teknis tersebut saling terhubung dan memengaruhi satu sama lain.
Adapun tujuh variabel teknis tersebut meliputi besaran daerah pemilihan, metode pencalonan, metode pemberian suara, ambang batas perwakilan atau parlemen, formula perolehan kursi, penetapan calon terpilih, dan jadwal pemilu.
Keserentakan dalam sistem pemilu, kata dia, merupakan bagian dari variabel jadwal pemilu.
Berbagai variabel tersebut nantinya akan berpengaruh pada perbaikan atas kepemiluan yang harus dilakukan secara komprehensif.
Melalui perbaikan tersebut, Nuzula berharap kebutuhan atas evaluasi dan penguatan aturan pemilu sebagai refleksi atas penyelenggaraan pemilu serentak yang sudah dua kali diselenggarakan di Indonesia dapat terpenuhi.
“Dengan demikian, pencapaian tujuan pemilu dan program pembangunan di Indonesia dapat berjalan selaras dan kompatibel satu sama lain,” kata Nuzula.
Di sisi lain, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini secara aktif mendorong untuk membagi keserentakan pemilihan menjadi dua kategori, yakni keserentakan pemilihan nasional dan keserentakan pemilihan daerah.
Pada tingkat nasional, pemilu diselenggarakan untuk memilih DPR, DPD, dan presiden. Sedangkan, pada tingkat daerah, pemilu diselenggarakan untuk memilih DPRD dan kepala daerah.
“Lebih sederhana, kan? Kita juga sebagai pemilih lebih berkonsentrasi untuk mengawasi,” ucapnya.
Titi juga menyarankan agar kedua pemilihan tersebut diberi jarak selama dua tahun. Dengan demikian, mesin partai akan selalu bekerja karena di antara dua pemilihan tersebut, terdapat momentum untuk melakukan evaluasi.
“Kalau desain pemilu serentaknya seperti sekarang, jangan pernah membayangkan kemampuan dan kapasitas profesionalisme punya negara kita bisa maksimal,” kata Titi.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024