Jayapura (ANTARA) – Radikalisme dan terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa, sehingga sangat wajar jika hal tersebut menjadi perhatian dunia.
Terkait hal itu, Pemerintah Provinsi Papua telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi terorisme dan radikalisme di wilayahnya. Pendekatan yang diterapkan melibatkan berbagai aspek, seperti aspek keamanan, sosial, ekonomi, dan budaya.
Provinsi Papua bahkan kini gencar melakukan edukasi dan sosialisasi guna menangkal hal tersebut. Perlu dilakukan pencegahan-pencegahan sedini mungkin agar dampak negatif akibat radikalisme maupun terorisme tidak terjadi.
Jika dilihat dari dampaknya, maka dampak radikalisme dan terorisme tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kerusakan pada harta benda, tapi juga merusak stabilitas negara, terutama dalam sisi ekonomi, pertahanan, keamanan, sosial budaya, dan lain sebagainya.
Pihak keamanan, seperti TNI dan Polri, telah melakukan operasi gabungan untuk menjaga stabilitas di wilayah-wilayah yang dianggap rawan. Namun, pendekatan ini tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga pada upaya untuk meredakan ketegangan dengan membangun dialog dengan kelompok-kelompok tertentu.
Sebab, berdasarkan data dari pihak Kepolisian Daerah Papua bersama Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri, kejahatan radikalisme dan terorisme pernah terjadi di Papua yang dilakukan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) pada 2019 dan Kelompok Ansor Daulah di Merauke pada 2021.
Radikalisme merupakan aliran yang membutuhkan perubahan menyeluruh mulai dari terkait lingkungan sosial, politik maupun keagamaan. Sedangkan terorisme merupakan gerakan yang terencana dan teorganisasi di mana hal ini bisa terjadi kapan saja dan dilakukan kepada siapa saja.
Pemerintah juga berupaya membuka ruang dialog dengan berbagai kelompok yang mungkin terpapar ideologi radikal. Pendekatan berbasis budaya dan pemahaman terhadap kearifan lokal menjadi bagian dari upaya tersebut, dengan mengedepankan prinsip-prinsip toleransi dan kebhinnekaan.
Pihak keamanan menggunakan dua pendekatan dalam menangani terorisme dan radikalisme yaitu pendekatan tegas (hard approach) pendekatan lunak (soft approach).
“Kami sangat mengutamakan tindakan lunak, karena dalam melawan radikalisme dan terorisme perlu adanya sentuhan terhadap individu maupun kelompok kelompok tersebut,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo,
Ideologi yang keras harus diupayakan untuk diredam dengan sentuhan yang humanis.Tapi, jika eskalasi meningkat, perlu untuk dilakukan tindakan tegas berupa pengejaran, penangkapan dan penegakan hukum terhadap para pelakunya.
Sedangkan pendekatan lunak yaitu pendekatan humanis dengan mengajak dialog dalam rangka mengubah pelaku dari mereka yang belum terpapar maupun sudah terpapar paham-paham radikal serta intoleran termasuk mengajak para napiter dan jaringan untuk mengembangkan paham moderat.
Pihak keamanan terus melakukan berbagai upaya untuk menekan penyebaran paham radikalisme dan terorisme, salah satunya dengan melakukan sosialisasi terhadap berbagai Dewan Kemakmuran Masjid, kantor instansi pemerintahan, aparat sipil negara (ASN), kelompok masyarakat dan berbagai elemen lainnya.
Upaya tersebut dinilai cukup efektif dan efisien, terbukti dari 2022 sampai 2024 terbilang tidak ada kasus terorisme di wilayah Papua.
Pemberdayaan masyarakat
Guna menangkal penyebaran paham radikal melalui media sosial yang bisa menyebabkan terpaparnya masyarakat, khususnya kalangan anak muda, gen z hingga gen x, maka Pemprov Papua bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) gencar melakukan edukasi dan sosialisasi kepada generasi muda di Bumi Cenderawasih.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika yang juga merupakan Ketua Bidang Media Massa, Hukum dan Humas dari Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jeri Agus Yudianto mengatakan bahwa metode perekrutan aliran radikal yang sebelumnya pendekatan tertutup, namun sekarang modelnya terbuka dengan menggunakan platform-platform media sosial.
Untuk itu, pihaknya menyasar anak muda dalam melakukan pencegahan tersebut dengan membentuk duta damai dunia maya, membuat festival musik dan membuat edukasi terkait kenali dan peduli lingkungan sendiri (Kenduri).
Sistem pada kelompok radikal selalu mengincar kelengahan masyarakat dan pemerintah untuk memengaruhi para tokoh muda, organisasi sosial maupun lembaga pemerintah dan menjadikan media sosial sebagai sarana perekrutanya.
Oleh karenanya, Sub Koordinator Pemulihan Korban BNPT Nilam Ayuningtyas mengajak pula seluruh lapisan masyarakat untuk lebih memahami betapa pentingnya peran semua agar terbebas dari paham radikalisme dan terorisme. Selain itu, menolak segala bentuk narasi dan ajakan serta paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
Pemerintah melaksanakan berbagai program penyuluhan yang melibatkan masyarakat dalam mencegah penyebaran paham-paham radikal. Kerja sama dengan lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil dilakukan untuk menyosialisasikan pentingnya hidup berdampingan dalam keberagaman.
Upaya-upaya lainnya, Pemerintah Papua meningkatkan kualitas pendidikan dan pemberdayaan ekonomi di daerah-daerah yang rawan radikalisasi. Program-program pelatihan keterampilan, beasiswa, serta bantuan sosial bertujuan mengurangi kesenjangan ekonomi yang sering menjadi faktor pemicu radikalisasi.
Meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Papua menjadi salah satu strategi utama dalam mengurangi ketimpangan yang dapat memicu radikalisasi. Pembenahan infrastruktur dan dukungan terhadap sektor-sektor ekonomi lokal diharapkan mampu mengurangi ketegangan yang ada.
Pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan tokoh masyarakat, agama, dan adat, juga terus diupayakan. Pemerintah berusaha menciptakan jaringan sosial yang mampu mengidentifikasi dan menanggulangi potensi radikalisasi sebelum berkembang lebih jauh. Pendekatan berbasis komunitas ini diharapkan dapat membangun ketahanan sosial dan mengurangi pengaruh ideologi radikal.
Jadi, upaya pemerintah dalam mengatasi radikalisme di Papua berfokus pada pendekatan yang holistik, melibatkan berbagai pihak, dan tidak hanya bergantung pada tindakan keamanan semata.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024