Jakarta, CNBC Indonesia – Nasib Google terkait kasus anti-monopoli di Amerika Serikat (AS) segera ditentukan dalam waktu dekat. Departemen Kehakiman AS (DOJ) mengatakan ke hakim federal bahwa Google secara ilegal mendominasi teknologi periklanan online.
DOJ juga menargetkan kemenangan kedua atas kasus anti-monopoli melawan raksasa asal Mountain View tersebut.
Dalam argumen penutup dalam sidang 15-hari di Alexandira, Virginia, pada September lalu, jaksa penuntut membeberkan bukti Google telah memonopoli pasar periklanan online melalui jaringan layanannya.
“Google menentukan aturan main dalam industri ini,” kata pengacara DOJ Aaron Teitelbaum, yang meminta hakim untuk menyatakan Google bertanggung jawab atas praktik anti-kompetisi yang dilakukan.
“Google sekali, dua kali, tiga kali, adalah perusahaan monopoli,” kata dia, dikutip dari Reuters, Selasa (26/11/2024).
Pengacara DOJ lainnya Julia Tarver Wood membandingkan kasus anti-monopoli Google dengan novel legendaris karangan Charles Dickens berjudul ‘A Tale of Two Cities’.
Ia mengatakan hakim Leonie Brinkema harus memutuskan apakah akan mengadopsi versi DOJ atau Google dalam menentukan masa depan pasar periklanan online.
Pengacara Google Karen Dunn mengatakan DOJ tak memenuhi syarat hukum yang berlaku untuk melawan Google. Ia meminta Brinkema untuk membatalkan kasus ini.
“Hukum yang berlaku tak mendukung gugatan yang diperdebatkan dalam kasus ini,” kata Dunn.
Para publisher iklan yang bersaksi di persidangan mengatakan mereka tak bisa beralih dari Google, bahkan ketika raksasa tersebut mengeluarkan fitur yang tak mereka sukai. Sebab, tak ada akses lain ke pasar periklanan selain di dalam jaringan Google.
News Corp pada 2017 lalu diestimasikan kehilangan sekitar US$9 juta dari pendapatan iklan jika memilih beralih dari Google, menurut keterangan saksi.
Jika Brinkema memutuskan Google bersalah, ia akan mempertimbangkan permintaan jaksa penuntut untuk mewajibkan Google menjual unit Ad Manager, sebuah platform yang mengelola server iklan untuk publisher dan transaksi iklan.
Google telah menawarkan untuk menjual unit transaksi iklannya pada tahun ini untuk mengakhiri kasus anti-monopoli di Eropa. Namun, publisher di Eropa menolak proposal itu karena dinilai tak efektif.
Analis menilai kasus Google soal bisnis periklanan memiliki risiko keuangan yang lebih kecil ketimbang kasus Google soal bisnis mesin pencari. Jaksa penuntut dalam kasus monopoli mesin pencari telah memaksa Google untuk menjual unit bisnis browser Chrome dan sistem operasi Android.
Jika akhir kasus anti-monopoli, baik di sektor periklanan dan mesin pencari memutuskan Google bersalah dan perlu menjual beberapa unit bisnisnya, hal ini akan mengubah dinamika internet secara umum.
(fab/fab)