Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap ada perusahaan tambang yang mengajukan permintaan kuota produksi nikel hingga 40% dari total produksi nasional.
Hal ini tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diajukan perusahaan. Menurut hitungan Bahlil, produksi nikel RI mencapai 150 juta ton per tahun.
Adapun, kata Bahlil, 40% dari total produksi itu mencapai sekitar 50 juta hingga 60 juta ton. Oleh karena itu, Bahlil menyebut permintaan perusahaan itu tidak adil.
“Untuk nikel ya kalau satu perusahaan yang minta sampai 50 juta-60 juta, ini berarti kan nggak bijak dong,” kata Bahlil dalam acara Minerba Expo 2024 di Jakarta, Senin (25/11/2024).
Mantan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu mengatakan, jatah produksi nikel dalam RKAB harus adil dan merata untuk perusahaan. Dia mengingatkan produksi nikel tidak boleh dilakukan secara jor-joran.
Dia menilai jika produksi nikel jor-joran dalam RKAB malahan akan merusak harga. Bahkan, Bahlil menyebut harga nikel bisa jadi turun.
“Itu terjadi antara hukum permintaan dan penawaran,” imbuh Bahlil.
Di sisi lain, Bahlil mengungkapkan cadangan nikel Indonesia meningkat signifikan. Berdasarkan data Badan Geologi Amerika Serikat, Indonesia menyumbang 25% dari total cadangan nikel dunia pada 2022-2023.
Namun, pada Maret-April 2024, Badan Geologi Amerika merevisi angka tersebut menjadi 42%. Menurut Bahlil, hal itu menggambarkan Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel yang luar biasa besar di dunia.
“Total cadangan nikel dunia yang ada di Indonesia itu 42%. Jadi memang, ini adalah sebagai bentuk cadangan kita yang luar biasa sekali,” katanya.