Jakarta, Beritasatu.com – Transgender Isa Zega yang nekat melaksanakan umrah dengan mengenakan hijab dan pakaian wanita, dianggap melanggar aturan agama dan berdosa. Hal ini pun disoroti oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh dalam keterangannya, pada Jumat (22/11/2024).
Asrorun Niam mengatakan, aspek ibadah umrah antara laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Khusus untuk laki-laki, pakaian ihram yang dikenakannya tidak dijahit.
“Jika dia mengenakan pakaian berjahit, maka dia melanggar aturan ihram yang memiliki konsekuensi hukum. Sementara perempuan tidak dilarang mengenakan pakaian berjahit. Ini adalah aturan yang bersifat prinsip, meskipun Isa Zega telah melakukan perubahan kelamin menjadi perempuan,” jelas Asrorun.
Namun, Isa Zega malah mengenakan pakaian yang dijahit. Serta lagi, transgender bernama asli Sahrul itu memakai pakaian wanita saat umrah.
Dia menegaskan, meskipun Isa Zega telah mengubah status gendernya, tetapi dia tetap harus mengikuti ketentuan yang dikhususkan untuk laki-laki saat melaksanakan umrah, yakni sesuai dengan hukum Islam.
Lebih lanjut, dalam syariat Islam, laki-laki dilarang menyerupai perempuan, apalagi mengubah alat kelaminnya. Hal ini hukumnya haram dan dapat mendatangkan dosa.
“Islam mengakui perbedaan antara laki-laki dan perempuan, yang berpengaruh pada hukum yang berlaku. Jika seorang laki-laki berperilaku seperti perempuan atau mengganti kelamin, itu tidak dibenarkan dan dianggap dosa. Hukum yang berlaku tetap berdasarkan jenis kelamin asal, apabila dia laki-laki, maka kewajibannya tetap sesuai dengan ketentuan laki-laki, termasuk dalam salat dan aurat,” tuturnya.
Asrorun juga mengimbau, agar semua pihak mematuhi aturan agama yang membedakan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam ibadah umrah atau haji.
“Pelaksanaan umrah adalah bagian dari ibadah yang memiliki syarat dan rukunnya. Aturan untuk laki-laki dan perempuan berbeda. Oleh karena itu, apa yang dilakukan Isa Zega dengan mengikuti aturan perempuan dalam umrah adalah salah dan berdosa,” tegasnya.
Meski begitu, Asrorun menekankan pentingnya penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini, agar bisa dipastikan apakah tindakan Isa Zega bisa dianggap sebagai penistaan agama atau tidak.
“Perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan apakah tindakan Isa Zega ini bisa dikategorikan sebagai penistaan agama,” pungkas ketua MUI.