Sangatta: Pemberdayaan masyarakat desa dalam Sustainable Development Goals (SDGs) adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara berkelanjutan. SDGs merupakan serangkaian tujuan yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Itulah sebabnya, SDGs Desa bukan sekadar agenda pembangunan, tetapi juga refleksi dari cita-cita mulia untuk membangun Indonesia dari pinggiran. SDGs Desa menjadi kompas pembangunan yang holistik dan selaras dengan kearifan lokal.
Kabupaten Kutai Timur melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kutai Timur, terus berupaya menguatkan desa. Di antaranya melalui program pembangunan desa jangka panjang. Program ini bertujuan memperkuat ekonomi masyarakat dan kemandirian desa.
Upaya itu terbukti berhasil. Terlihat dari jumlah desa maju yang semakin bertambah. Jika pada 2020 hanya ada 37 desa, kemudian pada 2023 menjadi 69 desa.
Perkembangan juga terlihat pada data desa mandiri. Jika pada 2020 hanya berjumlah 10 desa saja, pada 2023 sudah ada 19 desa mandiri di Kabupaten Kutai Timur.
Kepala DPMD Kabupaten Kutai Timur Muhammad Basuni mengatakan pemerintah daerah terus melakukan public hearing untuk mendengarkan kebutuhan masyarakat desa yang akan disertakan dalam rancangan program atau dikenal sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) pun telah memenuhi alokasi dana desa (ADD) sebesar 10 persen atau sekitar Rp9,1 triliun yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Ini potensi sangat besar dan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kami menyadari bahwa tugas dari kepala desa ini sangat penting. Terutama dalam menggali potensi mereka, memberikan pelayanan ke masyarakat, hingga pengelolaan dana yang begitu besar. Maka, pemerintah daerah menaikkan tunjangan perangkat desa, kepala desa, BPD, lembaga desa, sampai kepada RT,” ujar Muhammad Basuni.
Menurutnya, langkah tersebut adalah wujud apresiasi dari pemerintah daerah terhadap kerja perangkat desa. Dengan harapan, kinerjanya bisa menjadi lebih baik.
Kepala DPMD Kabupaten Kutai Timur Muhammad Basuni (Foto:Dok.Pemkab Kutai Timur)
Pemerintah daerah juga memberikan kegiatan langsung kepada RT dalam bentuk kegiatan operasional dan pelatihan bagi masyarakat. Kemudian juga untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang kecil pada masyarakat yang bisa dicover di setiap RT. Nilainya sekitar Rp50 juta per tahun untuk setiap RT. Di Kabupaten Kutai Timur terdapat 1.650 RT.
Upaya berikutnya berupa bantuan untuk pengembangan usaha skala rumah dengan sasaran untuk UMKM, UP2K, dan lainnya. Langkah ini dimulai dari peningkatan kapasitas dan legalitas usaha, bantuan prasaran produksi, bantuan sarana usaha, dan bantuan modal usaha skala rumah tangga.
Selain itu diadakan peningkatan sarana/prasarana lingkungan RT dengan sasaran fasilitas umum RT dan infrastruktur dan sarana RT. Ada dua langkah dilakukan yakni rehabilitasi fasilitas umum di tingkat RT dan pengadaan inftrastruktur/sarana tingkat RT. Kegiatan yang bisa dibiayai sebesar Rp50 juta per RT yang telah diatur melalui Perbup Nomor 140/K.542/2024.
“Hasil kajian kami, peningkatan sarana/prasarana ini memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap perkembangan di tingkat RT. Oleh sebab itu, pemerintah daerah berkomitmen akan menambah nilainya untuk tahun depan. Kisarannya mungkin Rp100 juta. Ini kita akan atur kembali. Paling tidak, sebagai tindak lanjut terhadap nilai Rp50 juta tahun ini. Tahun depan penggunaannya akan kita perluas,” ucapnya.
Setelah semua pelatihan diberikan, kata Basuni, pihaknya juga akan memberikan penyediaan bantuan untuk sarana-sarananya. Kemudian, bantuan pemasarannya dalam pengembangan ekonomi di desa.
Dengan visi menjadikan desa yang memiliki jiwa entrpreneur, Pemkab Kutai Timur berharap, desa bisa memperoleh pendapatannya sendiri dan pemberdayaan masyarakat. Sehingga dana yang dikucurkan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu, tenaga kerja yang dipersiapkan berasal dari putra putri daerah agar tidak ada lagi pengangguran di desa. Program ini adalah langkah ke depan sebagai wujud investasi. Terlebih tahun ini ada peningkatan kapasitas kepala desa, BPD, sekretaris, lembaga, dan BUMDes.
Pihaknya juga akan melindungi para perangkat desa agar investasi tersebut tidak sia-sia karena penggantian perangkat desa. Caranya, dengan memformulasi peraturan yang melindungi mereka. Melalui pergub yang memuat tentang NIPD atau nomor induk perangkat desa selayaknya NIP dalam lingkup PNS.
Pemkab Kutai Timur juga akan membuat aturan agar kepala desa tidak mudah diberhentikan, yaitu dengan membuat standar dalam kinerja dan keaktifan mereka.
“Kemudian dalam perekrutannya kita juga akan membuat tim independen untuk melakukan itu. Sehingga yang diperoleh nanti adalah perangkat desa yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai untuk mendukung visi-visi daripada desa ini,” katanya.
Pemkab Kutai Timur juga telah meluncurkan aplikasi Sipades versi 3.0, yang merupakan aplikasi berbasis web untuk pencatatan administrasi aset desa mulai dari perencanaan, pengadaan, penatausahaan sampai dengan penyajian laporan yang dilengkapi kodefikasi dan labelisasi aset desa. Tujuannya untuk keseragaman agar terwujud tertib administrasi pengelolaan aset desa. Perhatian yang besar terhadap aset desa dilakukan karena bisa meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa serta meningkatkan pendapatan desa.
Maka dari itu, ia ingin agar aset-aset yang dimiliki oleh desa ini harus dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah desa dengan melibatkan masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan pada UU No.6 Tahun 2014, bahwa pengelolaan aset desa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa di samping meningkatkan pendapatan desa.
Progres lainnya yang sudah terlihat dari usaha beberapa tahun terakhir ini adalah penurunan jumlah desa tertinggal. Jika pada 2020 terdapat 22 desa tertinggal, pada 2023 tidak ada lagi desa tertinggal. Begitu pula dengan jumlah desa berkembang yang berjumlah 70 desa pada 2020, menjadi 51 desa pada 2023.
Seiring dengan itu, jumlah desa maju semakin bertambah. Pada 2020, hanya ada 37 desa maju. Pada 2021 menjadi 55, kemudian pada 2022 menjadi 61, dan pada 2023 menjadi 69 desa.
Perkembangan juga terlihat pada data desa mandiri. Jika pada 2020 hanya berjumlah 10 desa, pada 2021 bertambah menjadi 15 desa, kemudian pada 2022 menjadi 18, dan 2023 sudah ada 19 desa mandiri di Kabupaten Kutai Timur.
Sangatta: Pemberdayaan masyarakat desa dalam Sustainable Development Goals (SDGs) adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara berkelanjutan. SDGs merupakan serangkaian tujuan yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Itulah sebabnya, SDGs Desa bukan sekadar agenda pembangunan, tetapi juga refleksi dari cita-cita mulia untuk membangun Indonesia dari pinggiran. SDGs Desa menjadi kompas pembangunan yang holistik dan selaras dengan kearifan lokal.
Kabupaten Kutai Timur melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kutai Timur, terus berupaya menguatkan desa. Di antaranya melalui program pembangunan desa jangka panjang. Program ini bertujuan memperkuat ekonomi masyarakat dan kemandirian desa.
Upaya itu terbukti berhasil. Terlihat dari jumlah desa maju yang semakin bertambah. Jika pada 2020 hanya ada 37 desa, kemudian pada 2023 menjadi 69 desa.
Perkembangan juga terlihat pada data desa mandiri. Jika pada 2020 hanya berjumlah 10 desa saja, pada 2023 sudah ada 19 desa mandiri di Kabupaten Kutai Timur.
Kepala DPMD Kabupaten Kutai Timur Muhammad Basuni mengatakan pemerintah daerah terus melakukan public hearing untuk mendengarkan kebutuhan masyarakat desa yang akan disertakan dalam rancangan program atau dikenal sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) pun telah memenuhi alokasi dana desa (ADD) sebesar 10 persen atau sekitar Rp9,1 triliun yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Ini potensi sangat besar dan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kami menyadari bahwa tugas dari kepala desa ini sangat penting. Terutama dalam menggali potensi mereka, memberikan pelayanan ke masyarakat, hingga pengelolaan dana yang begitu besar. Maka, pemerintah daerah menaikkan tunjangan perangkat desa, kepala desa, BPD, lembaga desa, sampai kepada RT,” ujar Muhammad Basuni.
Menurutnya, langkah tersebut adalah wujud apresiasi dari pemerintah daerah terhadap kerja perangkat desa. Dengan harapan, kinerjanya bisa menjadi lebih baik.
Kepala DPMD Kabupaten Kutai Timur Muhammad Basuni (Foto:Dok.Pemkab Kutai Timur)
Pemerintah daerah juga memberikan kegiatan langsung kepada RT dalam bentuk kegiatan operasional dan pelatihan bagi masyarakat. Kemudian juga untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang kecil pada masyarakat yang bisa dicover di setiap RT. Nilainya sekitar Rp50 juta per tahun untuk setiap RT. Di Kabupaten Kutai Timur terdapat 1.650 RT.
Upaya berikutnya berupa bantuan untuk pengembangan usaha skala rumah dengan sasaran untuk UMKM, UP2K, dan lainnya. Langkah ini dimulai dari peningkatan kapasitas dan legalitas usaha, bantuan prasaran produksi, bantuan sarana usaha, dan bantuan modal usaha skala rumah tangga.
Selain itu diadakan peningkatan sarana/prasarana lingkungan RT dengan sasaran fasilitas umum RT dan infrastruktur dan sarana RT. Ada dua langkah dilakukan yakni rehabilitasi fasilitas umum di tingkat RT dan pengadaan inftrastruktur/sarana tingkat RT. Kegiatan yang bisa dibiayai sebesar Rp50 juta per RT yang telah diatur melalui Perbup Nomor 140/K.542/2024.
“Hasil kajian kami, peningkatan sarana/prasarana ini memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap perkembangan di tingkat RT. Oleh sebab itu, pemerintah daerah berkomitmen akan menambah nilainya untuk tahun depan. Kisarannya mungkin Rp100 juta. Ini kita akan atur kembali. Paling tidak, sebagai tindak lanjut terhadap nilai Rp50 juta tahun ini. Tahun depan penggunaannya akan kita perluas,” ucapnya.
Setelah semua pelatihan diberikan, kata Basuni, pihaknya juga akan memberikan penyediaan bantuan untuk sarana-sarananya. Kemudian, bantuan pemasarannya dalam pengembangan ekonomi di desa.
Dengan visi menjadikan desa yang memiliki jiwa entrpreneur, Pemkab Kutai Timur berharap, desa bisa memperoleh pendapatannya sendiri dan pemberdayaan masyarakat. Sehingga dana yang dikucurkan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu, tenaga kerja yang dipersiapkan berasal dari putra putri daerah agar tidak ada lagi pengangguran di desa. Program ini adalah langkah ke depan sebagai wujud investasi. Terlebih tahun ini ada peningkatan kapasitas kepala desa, BPD, sekretaris, lembaga, dan BUMDes.
Pihaknya juga akan melindungi para perangkat desa agar investasi tersebut tidak sia-sia karena penggantian perangkat desa. Caranya, dengan memformulasi peraturan yang melindungi mereka. Melalui pergub yang memuat tentang NIPD atau nomor induk perangkat desa selayaknya NIP dalam lingkup PNS.
Pemkab Kutai Timur juga akan membuat aturan agar kepala desa tidak mudah diberhentikan, yaitu dengan membuat standar dalam kinerja dan keaktifan mereka.
“Kemudian dalam perekrutannya kita juga akan membuat tim independen untuk melakukan itu. Sehingga yang diperoleh nanti adalah perangkat desa yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai untuk mendukung visi-visi daripada desa ini,” katanya.
Pemkab Kutai Timur juga telah meluncurkan aplikasi Sipades versi 3.0, yang merupakan aplikasi berbasis web untuk pencatatan administrasi aset desa mulai dari perencanaan, pengadaan, penatausahaan sampai dengan penyajian laporan yang dilengkapi kodefikasi dan labelisasi aset desa. Tujuannya untuk keseragaman agar terwujud tertib administrasi pengelolaan aset desa. Perhatian yang besar terhadap aset desa dilakukan karena bisa meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa serta meningkatkan pendapatan desa.
Maka dari itu, ia ingin agar aset-aset yang dimiliki oleh desa ini harus dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah desa dengan melibatkan masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan pada UU No.6 Tahun 2014, bahwa pengelolaan aset desa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa di samping meningkatkan pendapatan desa.
Progres lainnya yang sudah terlihat dari usaha beberapa tahun terakhir ini adalah penurunan jumlah desa tertinggal. Jika pada 2020 terdapat 22 desa tertinggal, pada 2023 tidak ada lagi desa tertinggal. Begitu pula dengan jumlah desa berkembang yang berjumlah 70 desa pada 2020, menjadi 51 desa pada 2023.
Seiring dengan itu, jumlah desa maju semakin bertambah. Pada 2020, hanya ada 37 desa maju. Pada 2021 menjadi 55, kemudian pada 2022 menjadi 61, dan pada 2023 menjadi 69 desa.
Perkembangan juga terlihat pada data desa mandiri. Jika pada 2020 hanya berjumlah 10 desa, pada 2021 bertambah menjadi 15 desa, kemudian pada 2022 menjadi 18, dan 2023 sudah ada 19 desa mandiri di Kabupaten Kutai Timur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(ROS)