Jakarta, Beritasatu.com – Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 sudah menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Hekal mengatakan, jika ada perubahan atau penundaan pemberlakuan ketentuan tersebut, maka harus berdasarkan hasil pembahasan dan kesepakatan DPR dan pemerintah.
“Ya tentu, itu yang sekarang kalau sudah menjadi ketentuan undang-undang, kalau kita bikin ada penundaan, itu harus menjadi kesepakatan bersama antara DPR dengan pemerintah,” ujarnya saat ditemui di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Hingga saat ini, kata Hekal, belum ada rencana pembahasan antara pemerintah dengan DPR soal penundaan pelaksanaan kebijakan kenaikan PPN 12%. Jika ada pembahasan khusus soal kenaikan tersebut, harus menunggu Presiden Prabowo Subianto tiba di Indonesia.
“Nah, kalau memang ada pembahasan khusus, nanti kita juga tunggu Pak Presiden pulang, tetapi sementara, itu kan juga enggak fair untuk dibebankan (ke Prabowo). Kecuali memang ada sesuatu yang benar-benar menjadi urgent untuk kita harus mengubah undang-undang,” urainya.
Hekal mengaku, dirinya selaku Komisi XI DPR sudah sempat melakukan rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati soal kebijakan kenaikan PPN menjadi 12%. Dalam rapat tersebut, Menkeu Sri Mulyani menegaskan kebijakan kenaikan PPN sudah dibahas panjang lebar dengan DPR periode sebelumnya sehingga diatur dalam UU HPP bahwa kenaikan PPN menjadi 12% berlaku mulai 1 Januari 2025.
“Itu yang saya dengar. Setelah itu saya jajaki memang waktu itu kan ada juga kompensasinya penurunan PPh (pajak penghasilan) badan, dari 25% menjadi 22%. Pemahaman saya memang kalau ada peningkatan PPN ini kan harus ada take and give-nya. Nah, take and give-nya adalah waktu itu penurunan PPh badan. Itu turun 3% dengan kompensasi PPN naik 2%,” jelas dia.
Hekal menjelaskan, kenaikan PPN juga dilakukan secara bertahap, yaitu dari 10% menjadi 11% pada 2022 dan naik kembali menjadi 12% pada 2025. Hal itu dilakukan agar rakyat tidak kaget dan dengan rentang waktu itu diharapkan dapat lebih mudah diterima.
Hekal memahami kekhawatiran masyarakat atas pelaksanaan kebijakan kenaikan PPN. Menurut dia, kenaikan tersebut bisa saja diubah, tetapi perubahannya menunggu pembahasan APBN mendatang pada 2025.
“Hanya saja itu sudah menjadi ketentuan dalam undang-undang dan memang ada peluang untuk diubahnya pada saat pembahasan APBN. Nah, pembahasan APBN yang kita sama-sama ketahui, baru ada kalau kita bicara schedule yang reguler adalah Agustus 2025. Jadi, sementara ya rasanya memang itu sudah jadi amanat undang-undang dan (PPN 12%) harus dilaksanakan pada 1 Januari 2025,” pungkas Hekal.