Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini tak mengalami perubahan banyak, namun cenderung menguat.
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 20 November 2024, rupiah hingga pukul 09.10 WIB berada di level Rp15.838 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat tipis enam poin atau setara 0,04 persen dari Rp15.844 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp15.842 per USD, justru melemah 17 poin atau setara 0,10 persen dari Rp15.825 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan kembali menguat.
“Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.780 per USD hingga Rp15.850 per USD,” ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.
Pemerintah kudu hati-hati kerek PPN 12%
Para ekonom mengingatkan agar pemerintah berhati-hati membuat regulasi terkait kenaikan pajak sebesar 12 persen lantaran kondisi ekonomi global saat ini sedang tidak baik-baik saja, sehingga akan berpengaruh terhadap menurunkan daya beli masyarakat.
Memang pemerintah menerapkan tarif pajak sebesar 12 persen sesuai dengan amanat undang-undang yang sudah disetujui oleh DPR RI dan disahkan oleh pemerintah. Namun salah satu permasalahan dalam perpajakan adalah masih rendahnya tax ratio Indonesia dibandingkan negara G20 serta beberapa negara di ASEAN.
“Untuk tahap awal, implementasi PPN 12 persen diusulkan diterapkan terhadap sektor-sektor tertentu yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap daya beli masyarakat luas,” jelas Ibrahim.
Pemilihan produk elektronik, fesyen, dan otomotif merupakan langkah yang cukup bijak karena produk-produk ini bukanlah produk primer yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat luas. Ketiga jenis produk ini masuk ke kategori kebutuhan sekunder, bahkan sebagian masuk ke dalam luxury goods atau barang mewah.
“Sehingga pemerintah menyasar terhadap masyarakat kelas menengah atas. Namun, mengingat konsumen adalah kelas menengah atas, adaptasi dan penyesuaian pola konsumsi akan terjadi sehingga dalam jangka menengah panjang pola konsumsi akan kembali normal,” papar Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(HUS)