Kendati demikian, Fajarini tetap optimis dan berharap bahwa Indonesia bisa mengelola dampak dari perubahan kebijakan ini, seperti yang sudah terjadi pada masa pemerintahan Trump pertama. Pada masa tersebut, meski ada ketegangan perdagangan, Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan dan lonjakan ekspor.
“Tetapi kalau kita melihat dari pengalaman Trump pertama, periode 1, memang saat itu perdagangan kita masih surplus dan tren ekspornya masih naik. Meskipun setelah itu di periode Biden itu kenaikan ekspornya terjadi lonjakan ya, terjadi lonjakan. Jadi tentu kita berharap di Trump kedua ini tidak terlalu banyak terjadi perubahan terhadap kinerja ekspor kita,” jelasnya.
Selain tantangan akibat kebijakan proteksionisme, Fajarini juga menggarisbawahi beberapa isu global lainnya yang perlu diperhatikan oleh Indonesia, seperti “greening trade” dan “sustainable trade”. Kedua konsep ini terkait erat dengan perdagangan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, yang kini semakin menjadi perhatian di pasar internasional.
“Tadi saya cuma kasih contoh tantangan satu ya, Trump. Sementara masih banyak tuh yang lain lagi, masalah greening trade, sustainable trade, masalah iklim dan sebagainya. Itu adalah sebenarnya sesuatu yang bisa kita kerjakan secara bersama sebenarnya,” katanya.