Liputan6.com, Jakarta Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengusulkan Presiden Prabowo Subianto membentuk badan baru urusan sawit. Tujuannya memperbaiki tata kelola industri sawit.
Dia mengatakan badan baru ini selayaknya berada langsung di bawah Presiden. Menurutnya, satu lembaga baru bisa mengurai carut marut tata kelola sawit dari hulu ke hilir.
“Terkait masalah pembentukan badan yg mengurusi masalah sawit ini secara satu badan di bawah presiden sehingga tata kelola hulu-hilirnya, kebijakan teknisnya itu dikomandani oleh badan ini. Dengan demikian policy-nya bisa lebih terukur, lebih diawasi dengan baik, dan pelayanan saya rasa lebih baik,” ungkap Yeka, di Kantor Ombudsman, Jakarta, dikutip Selasa (19/11/2024).
Acuannya adalah konsep serupa yang dijalankan oleh Malaysia. Negara tetangga Indonesia itu punya badan yang disebut Malaysia Palm Oil Board (MPOB) atau dewan sawit Malaysia. Adanya badan itu mampu memperkuat produktivitas kebun kelapa sawit, puncaknya, Malaysia bisa memproduksi 19 ton per hektare tandan buah segar (TBS).
Yeka melihat konsep serupa perlu dijalankan di Indonesia. Dia tak ingin urusan sawit sebatas dijalankan tim berbentuk Satuan Tugas (Satgas) tanpa mengubah otoritas kementerian/lembaga yang terlibat.
“Dia harus mempunyai satu badan yang mengurusi hulu-hilir, kalau enggak seperti begitu, siapa yang me-komandani? susah,” kata Yeka.
Menurutnya, banyaknya lembaga yang terlibat urusan sawit membuat tata kelola menjadi buruk. Contohnya, mulai dari tumpang tindih lahan perkebunan dan kawasan hutan, sampai tingkat sertifikasi yang rendah.
“Contohnya apa? Ya ini, tumpang tindih lahan, tumpang tindih perizinan, capaian ISPO itu karena apa? Karena kebijakannya disematkan di masing-masing institusi,” urainya.
Menurutnya, ada peluang tambahan Rp 279,1 triliun jika tata kelola sawit RI dijalankan dengan baik. Bahkan, nilai total produksi sawit bisa mencapai Rp 1.008 triliun per tahun, sebuah angka yang cukup besar dan dinilai layak memiliki badan khusus yang mengatur.
“Rp 1.008 triliun loh, bukan angka yang kecil itu, sumbangannya kepada APBN pun bisa diatas, nantinya bisa mencapai Rp 150 triliun itu layak untuk menjadi badan baru. Amerika aja bikin Kementerian Efisiensi, Elon Musk. Apalagi ini, ini kementerian/lembaga yang menghasilkan devisa bagi negara dan nantinya kemandirian energi tergantung pada badan ini,” pungkas Yeka.