Jakarta, CNBC Indonesia – Para pemimpin Muslim di Amerika Serikat (AS) setelah memberi dukungan kepada Donald Trump. Mereka protes karena susunan kabinet Trump pro-Israel.
Menurut para ahli, dukungan dari pimpinan muslim membantu Trump menang di Michigan dan kemungkinan menjadi faktor dalam kemenangan negara bagian lain.
Padahal mereka sebelumnya memprotes dukungan pemerintahan Biden terhadap perang Israel di Gaza dan serangan terhadap Lebanon.
“Trump menang karena kami dan kami tidak senang dengan pilihannya atas menteri luar negeri dan yang lainnya,” kata Rabiul Chowdhury, salah satu pendiri Muslims for Trump, dikutip dari Reuters, Minggu (17/11/2024).
Trump memilih seorang senator Republik Marco Rubio, yang merupakan pendukung setia Israel untuk jabatan Menteri Luar Negeri.
Awal tahun ini, Rubio mengatakan dia tidak akan melakukan gencatan senjata di Gaza, dan dia yakin Israel harus menghancurkan Hamas.
Foto: Presiden terpilih AS Donald Trump berbicara saat bertemu dengan anggota DPR dari Partai Republik di Capitol Hill di Washington, AS, 13 November 2024. (REUTERS/Brian Snyder)
Presiden terpilih AS Donald Trump berbicara saat bertemu dengan anggota DPR dari Partai Republik di Capitol Hill di Washington, AS, 13 November 2024. (REUTERS/Brian Snyder)
“Orang-orang ini adalah binatang buas,” kata dia.
Trump juga mencalonkan Mike Huckabee, mantan Gubernur Arkansas, sebagai duta besar AS untuk Israel berikutnya. erupakan seorang konservatif pro-Israel yang mendukung pendudukan Israel di West Bank.
Rexhinaldo Nazarko, direktur eksekutif American Muslim Engagement and Empowerment Network (AMEEN), mengatakan para pemilih Muslim berharap Trump akan memilih pejabat kabinet yang bekerja untuk perdamaian. Namun sayang nya tidak ada tanda-tanda untuk itu.
“Kami sangat kecewa,” kata Nazarko.
“Tampaknya pemerintahan ini telah diisi sepenuhnya oleh kaum neokonservatif dan orang-orang yang sangat pro-Israel dan pro-perang, yang merupakan kegagalan di pihak Presiden Trump, terhadap gerakan pro-perdamaian dan anti-perang.” sambungnya.
Nazarko mengatakan masyarakat akan terus mendesak agar suara mereka didengar untuk mengakhiri perang di Gaza.
“Setidaknya kami ada di peta,” ujar Hassan Abdel Salam, mantan profesor di University of Minnesota.
(wur)