Jakarta –
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan tidak akan segan-segan mencabut izin usaha industri pengolahan susu (IPS) yang tidak menyerap produk susu dalam negeri. Hal ini menyusul aksi viral peternak susu sapi membuang susu hasil produksinya.
Amran memastikan, produksi akan diserap 100%. Amran juga menekankan, peran pemerintah dan industri sebagai off taker sangat penting menjaga keberlangsungan para peternak sapi.
“Barang siapa yang mengabaikan petani, tidak menyerap susunya, susu peternak yang diproduksi, kami beri peringatan tahan impornya dan bisa izinnya kami cabut!,” tegas Amran, di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta Selatan, Jumat (15/11/2024).
Langkah buang susu yang dilakukan para peternak di Boyolali, Jawa Tengah, dan Pasuruan, Jawa Timur, ini merupakan aksi protes peternak dan pengepul menyusul adanya pembatasan kuota kiriman susu ke pabrik pengolahan.
Hal ini diperparah dengan tidak adanya kebijakan yang mewajibkan IPS menyerap susu peternak lokal hingga pintu impor terbuka lebar. Alhasil, susu peternak lokal pun kalah dengan susu impor dari sisi kualitasnya.
Oleh karena itu, atas rekomendasi Kementerian Sekretariat Negara, pihaknya akan kembali mewajibkan industri untuk menyerap susu peternak lokal. Selaras dengan itu, pemerintah akan segera merevisi peraturan presiden (Perpres).
“Kami dengan Pak Mensesneg (Prasetyo Hadi), kita revisi sekarang. Kami wajibkan seluruh industri membeli susu peternak, susu sapi yang diproduksi oleh peternak Itu wajib. Insyaallah kedepan lebih baik, akan kembali seperti dulu,” ujarnya.
Pemerintah juga akan bekerja sama dengan stakeholder terkait untuk melakukan pendampingan kepada para peternak. Hal ini dalam rangka peningkatan kualitas produk susu tersebut.
Amran juga bercerita, mulanya kebijakan yang mewajibkan menyerap susu peternak lokal pernah diterapkan. Namun pada era krisis finansial 1998 silam pemerintah merevisi Perpres tersebut atas saran International Monetary Fund (IMF).
“Dulu kita revisi Perpes Itu tahun 98′, di mana tidak ada kewajiban untuk menyerap susu. Apa yang terjadi? Dulu kita impor 40%, sekarang 81%,” kata dia.
(shc/rrd)