Jakarta – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq buka-bukaan soal potensi kredit karbon di Indonesia yang cukup besar jumlahnya. Sejauh ini ada sekitar 577 juta ton kredit karbon dari perhitungan di 2014-2020 yang ada di Indonesia.
Menurutnya, potensi ini harus dikembangkan dengan mengajak kerja sama penurunan emisi dengan negara lain. Jumlah kredit karbon yang besar ini menjadi modal Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Kita ada stok atau ada kredit karbon dari result based payment yang dilakukan mulai tahun 2014 sampai 2020 nilainya 577 juta ton CO2. Jadi ini hasil kerja kita bareng di seluruh Indonesia yang kami tangkap secara agregat dengan imagery satelit. Jadi dari citra satelit kita tangkap,” jelas Hanif di Kantor Delegasi RI pada COP 29, Baku Olympic Stadium, Azerbaijan, Kamis (14/11/2024).
Dia pun sudah memberikan pesan kepada negosiator dari delegasi Indonesia di COP 29 untuk mencari kontributor yang mau diajak bersama-sama menurunkan gas rumah kaca.
“Kita perlu percepatan melakukan tadi, semua negosiator tadi agar membuka peluang untuk kemudian mencari kontributor yang diajak bersama-sama dengan niat yang sama untuk menurunkan emisi gas rumah kaca,” ungkap Hanif.
Namun, Hanif menegaskan mencari kontributor untuk menggunakan kredit karbon di Indonesia bukan berarti Indonesia hanya ingin meminta uang dari negara maju saja. Indonesia negara besar, melihat potensi kredit karbon yang ada, menurutnya hal itu bisa menjadi modal bersama untuk menurunkan gas rumah kaca dan memerangi perubahan iklim.
“Kita tidak minta bantuan, sekali lagi. Kita tidak minta uang, tetapi kita mengajak bekerja sama menurunkan emisi gas rumah kaca di dunia ini. Kita sudah punya kredit karbon 577 juta yang hari ini teman-teman kami minta untuk bergerak di luar sidang,” papar Hanif.
Indonesia juga menurutnya terbuka apabila ada pihak-pihak yang mau berdiskusi soal metodelogi perhitungan karbon yang lain. Pada intinya, Indonesia ingin bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Bicara soal potensi kredit karbon, Hanif juga bilang total 557 juta ton baru merupakan perhitungan yang dilakukan pada sektor Forest and Other Land Use (FOLU). Masih ada beberapa sektor lainnya yang sedang diperhitungkan jumlah kredit karbonnya, mulai dari energi, industri, limbah, hingga pertanian.
Di sisi lain, Indonesia dalam ajang COP 29 juga sudah meneken mutual recognition agreement (MRA) soal kesepakatan perhitungan kredit karbon. Menurutnya, ini menjadi langkah besar bagi Indonesia dalam aksi iklim di dunia.
Dalam artikel 6.2 Paris Agreement disebutkan salah satu model kerja sama sukarela untuk mengurangi gas rumah kaca bisa dilakukan antar negara atau government to government (G to G) dan juga antara negara dan lembaga. Indonesia, diklaim Hanif menjadi negara pertama yang melakukan model kerja sama tersebut lewat MRA perhitungan kredit karbon.
“Kita mengenal artikel 6.2, yaitu Joint Carbon Corporation antara G to G atau antara government dan lembaga. Ini sampai hari ini data di UN, kita menjadi satu-satunya pihak parties yang mengoperasionalkan 6.2. Ini tolong dicatat,” ujar Hanif.
(hal/rrd)